Kualasimpang, 1 Juni 2025 – Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Aceh Tamiang menyatakan sikap tegas menolak keputusan pemerintah pusat yang menyerahkan empat pulau — Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang — ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara.
Ketua MPC Pemuda Pancasila Aceh Tamiang, Edi Syahputra, ST, menyampaikan bahwa keputusan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila, khususnya sila Persatuan Indonesia dan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Pernyataan itu disampaikannya saat peringatan Hari Lahir Pancasila di salah satu kafe di Jalan DI Panjaitan, Kualasimpang, Sabtu (1/6/2025). Edi mengecam peralihan wilayah yang menurutnya dilakukan secara sepihak, tanpa melibatkan rakyat Aceh atau melalui proses musyawarah yang sah.
“Pancasila dikhianati. Rakyat Aceh menuntut keadilan atas perampasan empat pulau aset Provinsi Aceh,” ujar Edi.
Ia menjelaskan bahwa pengalihan empat pulau tersebut bukan hanya mencederai prinsip persatuan, tapi juga mencerminkan praktik otoritarianisme administratif yang bertentangan dengan prinsip demokrasi.
“Ketika batas wilayah Aceh diubah secara sepihak tanpa sepengetahuan dan persetujuan rakyat Aceh, maka ini bukan bentuk persatuan, tetapi penistaan terhadap integritas Aceh,” kata Edi.
Lebih lanjut, ia menilai tidak adanya proses permusyawaratan sebagai bentuk pengingkaran terhadap sila keempat Pancasila.
“Tidak pernah ada musyawarah dengan rakyat Aceh. Yang terjadi adalah pemindahan wilayah secara senyap dan manipulatif,” ujarnya.
Penolakan Berdasarkan Hukum dan Sejarah
MPC Pemuda Pancasila Aceh Tamiang menilai bahwa pengalihan empat pulau tersebut adalah inkonstitusional karena melanggar UU Darurat No. 7 Tahun 1956 yang menetapkan batas wilayah Provinsi Aceh. Selain itu, langkah tersebut juga dinilai bertentangan dengan MoU Helsinki 2005 dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006, yang memberikan kekhususan dan pengakuan terhadap batas wilayah Aceh.
Keputusan ini, menurut Edi, mengabaikan prinsip keadilan, nilai sejarah, dan aspirasi rakyat Aceh, serta berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan instabilitas geopolitik di perbatasan.
Empat Tuntutan Disampaikan
Dalam pernyataan sikapnya, MPC Pemuda Pancasila Aceh Tamiang menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah:
-
Mengembalikan empat pulau tersebut ke dalam administrasi Provinsi Aceh.
-
Melakukan pemeriksaan hukum dan politik terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas manipulasi batas wilayah.
-
Melaksanakan judicial review terhadap kebijakan atau regulasi yang menyebabkan terhapusnya pulau-pulau Aceh.
-
Melakukan revisi dan pemutakhiran peta nasional berdasarkan ketetapan hukum yang sah dan berpihak pada keadilan sejarah.
Edi menegaskan bahwa Pancasila tidak boleh dijadikan alat kekuasaan untuk mengaburkan realitas hukum dan sejarah.
“Pancasila bukan topeng penguasa. Pancasila adalah janji suci Republik ini untuk berdiri di atas kebenaran, keadilan, dan kedaulatan rakyat,” ucapnya lantang.
“Aceh bukan objek administrasi. Aceh adalah subjek sejarah. Empat pulau itu adalah bagian dari tubuh kami — dan kami akan terus melawan segala bentuk perampasan atas nama negara.”
Pernyataan tersebut ditutup dengan seruan:
“Hidup Aceh. Hidup Rakyat. Lawan Perampasan Wilayah.”
(RED)