BANDA ACEH — Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi) menggelar peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Anjong Mon Mata, Komplek Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat (10/10/2025). Kegiatan ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen nasional terhadap perbaikan akses dan layanan kesehatan mental, khususnya di daerah.
Peringatan yang dilaksanakan setiap 10 Oktober tersebut dihadiri oleh para penggiat kesehatan jiwa dari berbagai daerah. Hadir dalam acara itu Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, Ketua Arsawakoi, sejumlah direktur rumah sakit jiwa dan ketergantungan obat dari seluruh Indonesia, serta perwakilan Kementerian Kesehatan RI.
Pemerintah Aceh dalam kesempatan itu memberikan penghargaan kepada sembilan pemerintah kabupaten yang dinilai memiliki perhatian serius terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Kabupaten yang menerima penghargaan tersebut terdiri atas Aceh Utara, Pidie Jaya, Bireuen, Simeulue, Gayo Lues, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, dan Aceh Barat Daya. Arsawakoi juga turut menganugerahkan penghargaan kepada rumah sakit jiwa dari berbagai provinsi atas kinerja pelayanan yang dinilai terbaik.
Sekda Aceh M. Nasir mengatakan bahwa peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tidak hanya dimaknai sebagai agenda seremonial, melainkan sebagai pengingat moral untuk memperkuat upaya kolektif dalam pemerataan layanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan.
“Momentum ini harus dijadikan upaya bersama untuk memperkuat komitmen kita dalam memastikan layanan kesehatan jiwa hadir di setiap rumah sakit dan puskesmas dengan tenaga serta fasilitas yang memadai,” kata Nasir.
Ia mengungkapkan, hingga Agustus 2025, Dinas Kesehatan Aceh mencatat 19.902 kasus gangguan jiwa, dengan 13.573 kasus tergolong berat. Sebanyak 114 pasien di antaranya masih dalam kondisi pemasungan. Pemerintah Aceh, katanya, menaruh perhatian khusus terhadap praktik pasung, yang dinilai mencederai hak asasi dan memperburuk kondisi penderita.
“Gangguan jiwa bukan aib, bukan kutukan. Ini kondisi medis yang butuh penanganan. Penting untuk mengedukasi masyarakat agar tidak lagi meminggirkan para penyintas, dan mulai membangun lingkungan sosial yang inklusif,” ujar Sekda.
Ia menambahkan bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa harus dihapuskan melalui pendekatan berbasis empati dan pendidikan publik yang menyeluruh.
Kepada sembilan pemerintahan kabupaten yang menerima penghargaan, Nasir berharap mereka dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam memastikan kesehatan jiwa masuk dalam skala prioritas pembangunan daerah. Dukungan Pemerintah Aceh, katanya, akan terus diberikan guna memastikan setiap kabupaten dan kota memiliki layanan kesehatan jiwa yang memadai.
Sementara itu, Ketua Panitia HKSJ 2025 yang juga Pelaksana Harian Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh, drg. Sarifah Yessi Hediyati, menyampaikan bahwa Aceh dipilih menjadi lokasi peringatan nasional karena merupakan salah satu wilayah yang memiliki catatan panjang terhadap peristiwa traumatis, mulai dari konflik hingga bencana alam.
“Dampak dari gempa, tsunami, dan konflik bersenjata masih dirasakan hingga kini, terutama oleh kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan dan lanjut usia. Karena itu, layanan kesehatan jiwa yang komprehensif sangat dibutuhkan,” ujar Yessi.
Acara peringatan HKSJ ini juga dirangkai dengan Musyawarah Nasional (Munas) Arsawakoi yang telah berlangsung pada 8–9 Oktober 2025 di Banda Aceh. Munas tersebut turut membahas langkah strategis penguatan pelayanan kesehatan jiwa, kolaborasi antar-rumah sakit jiwa, serta peningkatan kapasitas layanan di seluruh wilayah Indonesia.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ditetapkan oleh Federasi Kesehatan Jiwa Dunia (World Federation for Mental Health) untuk meningkatkan kesadaran global terhadap pentingnya kesehatan mental, serta mendorong dukungan luas dari masyarakat, pemerintah, dan organisasi kesehatan dalam menciptakan sistem pelayanan yang merata dan manusiawi. (*)














































