JAKARTA | Pemerintah menyampaikan bahwa tingkat inflasi Indonesia pada Oktober 2025 mencapai 2,86 persen secara tahunan (year on year/YoY). Meski terdapat sedikit peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, angka ini dinilai masih dalam batas aman dan tetap berada dalam kisaran target inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen. Target ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sekaligus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen.
Pemaparan mengenai kondisi inflasi tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang diselenggarakan pada Selasa, 4 November 2025. Dalam forum tersebut, pemerintah menjelaskan bahwa angka inflasi yang tercatat masih dalam kendali, terutama berkat pengawasan ketat pada dinamika harga komoditas di berbagai wilayah. Meskipun muncul kecenderungan kenaikan, inflasi sebesar 2,86 persen dianggap tidak membahayakan dan tetap bisa dikelola dengan baik melalui koordinasi lintas sektor.
“Angka inflasi pada Oktober 2025 memang sedikit meningkat, namun masih dalam koridor target yang kita tetapkan yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen. Ini adalah capaian yang menunjukkan bahwa kondisi harga secara umum tidak terlalu tinggi bagi konsumen dan juga tidak merugikan produsen. Jadi, kita menjaga keseimbangan ini agar pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan,” ungkap perwakilan pemerintah dalam pemaparan tersebut.
Data yang disampaikan juga menunjukkan bahwa komoditas dengan andil tertinggi terhadap inflasi secara tahunan pada Oktober 2025 adalah perhiasan. Komoditas ini tercatat memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan harga secara umum. Selain perhiasan, komoditas lain yang turut menjadi penyumbang inflasi tahunan adalah cabai merah, beras—yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat—serta tarif air minum dan ikan segar. Kenaikan harga-harga ini mencerminkan pengaruh dari berbagai faktor seperti cuaca, distribusi, serta permintaan pasar yang meningkat.
Sementara itu, bila dilihat dari sisi bulanan, yaitu perbandingan antara September dan Oktober 2025, sejumlah komoditas juga menunjukkan peningkatan harga yang cukup mencolok. Kelima komoditas utama yang menyumbang inflasi bulanan adalah perhiasan, cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras, dan wortel. Kenaikan harga pada kelompok barang-barang ini diperkirakan bersumber dari faktor musiman, produksi yang menurun, serta tekanan permintaan yang meningkat menjelang akhir tahun.
Lebih lanjut pemerintah menjelaskan bahwa inflasi terbentuk dari tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam menganalisis pergerakan harga secara nasional. Komponen pertama adalah administered prices atau harga yang ditentukan dan diatur oleh pemerintah. Komponen ini mencakup harga barang dan jasa penting seperti bahan bakar minyak (BBM), tarif transportasi, serta tarif air minum. Perubahan pada komponen ini sangat bergantung pada kebijakan fiskal dan energi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Komponen kedua adalah volatile items atau barang-barang yang memiliki harga sangat fluktuatif, terutama bahan makanan segar, minuman, serta produk tembakau. Kategori ini sangat sensitif terhadap perubahan cuaca, kondisi panen, distribusi barang, hingga spekulasi pasar. Dengan kata lain, komponen ini menjadi indikator penting dalam memantau kestabilan harga pangan dan kebutuhan harian masyarakat.
Komponen ketiga adalah core inflation atau inflasi inti, yaitu inflasi yang mencerminkan tren jangka panjang dari pergerakan harga di luar pengaruh kebijakan harga pemerintah dan komoditas yang bergejolak. Core inflation memberikan gambaran lebih permanen terhadap perkembangan daya beli masyarakat serta kondisi fundamental ekonomi.
Dalam keberlanjutan upaya menjaga stabilitas inflasi, pemerintah menegaskan pentingnya intervensi melalui kebijakan yang tepat sasaran. Salah satu bentuk intervensi yang terus dikedepankan adalah pemberian subsidi, khususnya pada sektor energi dan utilitas publik. Dalam kesempatan tersebut, pemerintah menyoroti efektivitas subsidi listrik dalam memberikan perlindungan terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan dan berpenghasilan rendah. Dengan subsidi tersebut, masyarakat tetap dapat mengakses layanan dasar tanpa harus terbebani kenaikan harga secara drastis.
“Subsidi listrik menjadi contoh konkret bagaimana kebijakan fiskal kita diarahkan untuk menjaga kestabilan inflasi serta mendukung daya beli rakyat. Ini sudah terbukti sangat membantu masyarakat luas dan sekaligus menjadi bantalan ekonomi di tengah situasi global yang masih belum sepenuhnya pulih,” ujar perwakilan pemerintah dalam Rakor tersebut.
Ke depan, pemerintah memastikan akan terus meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam menjaga pasokan dan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok, terutama menjelang musim liburan akhir tahun dan potensi lonjakan permintaan. Dengan kolaborasi yang kuat dan kebijakan yang adaptif, Indonesia optimistis mampu menjaga tingkat inflasi tetap dalam koridor yang sehat dan stabil, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (*)












































