UUPA Tersandera Terkait Izin Pertambangan Rakyat Jadi Kewenangan Kementerian ESDM

Redaksi Bara News

- Redaksi

Sabtu, 27 Januari 2024 - 18:52 WIB

50525 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini oleh : Sri Rajasa Chandra, M.BA_

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sejatinya adalah pondasi dari kesepakatan damai Aceh, dalam rangka kesejahteraan rakyat Aceh disegala bidang secara konstitusional. Tapi ironinya sejalan dengan perjalanan damai Aceh, terjadi upaya pemasungan terhadap UUPA disektor kewenangan yang menyangkut hajat hidup rakyat. Ketika seluruh elemen social politik di Aceh, dengan kesungguhan mengawal damai Aceh yang telah memulihkan kehidupan rakyat Aceh secara bermartabat, tragisnya Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian ESDM, dengan semena-mena merenggut kewenangan Aceh atas pengelolaan kekayaan alam Aceh. Fenomena ini, merefleksikan Menteri ESDM tidak memiliki kepekaan untuk menjaga damai Aceh.

Berangkat dari Surat dengan nomor: 1481/30.01/DJB/2020 ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin. Dalam surat tersebut, terhitung sejak 11 Desember 2020, pelayanan pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara akan beralih ke pemerintah pusat.Tentunya surat tersebut diatas, menimbulkan pertanyaan, apakah Menteri ESDM gagal paham soal hukum dan konstitusi. Disisi lain muncul tuduhan, bahwa Menteri ESDM tidak lebih dari kacung Oligarki Tambang yang sepak terjangnya telah memiskinkan rakyat secara sistemik.

UUPA yang merupakan implemetasi dari kekhususan Aceh, termasuk disektor startegis yaitu mengurus pemerintahan dalam semua sector public dan pengelolaan atas kekayaan alam Aceh, sebagaimana terkandung dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor II Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menegaskan bahwa (I) Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sertaPasal 156 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor II Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, menegaskan bahwa (I) Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya.

Lebih ironi lagi, ketika izin pertambangan rakyat termasuk Wilayah Pertambangan Rakyat, menjadi kewenangan Pemerintah Pusat Cq Kementerian ESDM. Kebijakan diatas telah mengakibatkan rakyat Aceh semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan. Rakyat Aceh merasa terancam atas haknya untuk menikmati kekayaan alam Aceh. Bagaimana mungkin wilayah tambang rakyat yang terkait dengan persoalan tata ruang yang menjadi domain pemerintah daerah, beralih menjadi kewenangan pusat. Sejatinya penetapan Tata Ruang harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat, tetapi ketika Izin tambang rakyat dan wilayah tambang rakyat menjadi kewenangan pusat, tidak berlebihan jika muncul kecurigaan kebijakan tentang tambang rakyat adalah scenario pusat untuk membatasi wilayah tambang rakyat, karena dianggap akan menjadi hambatan masuknya investor tambang atau oligarki tambang ke Aceh. Terlebih lagi kebijakan tersebut mengangkangi UUPA yang merupakan landasan konstitusi dan pijakan hukum bagi Pemerintah Aceh untuk menyelenggarakan tata kelola pemerintahan Aceh.

Fenomena pelecehan terhadap UUPA disektor kewenangan Aceh dibidang pengelolaan kekayaan alam Aceh, cepat atau lambat pasti akan berdampak memiskinkan rakyat Aceh, perlu menjadi prioritas perhatian eksekutif dan legislative Aceh, guna dilakukan langkah-langkah responsive menanggapi kebijakan tersebut. Sangat mencederai rasa keadilan, ditengah hak rakyat Aceh untuk mengelola sumber kekayaan alam direnggut oleh kebijakan Kementerian ESDM secara inkonstitusional, sementaraDPRA tanpa rasa malu dan abaikan etika, berebut dana pokir yang sesungguhnya bukan hak DPRA. Disisi lain PJ Gubernur Aceh sibuk dengan kegiatan remeh temeh yang sama sekali tidak ada korelasinya dengan upaya percepatan pembangunan kesejahteraan Rakyat Aceh. Potret Aceh hari ini, dapat dianalogikan dengan ungkapan Aceh “Nibak Singet Leubeh get ro” (Daripada miring mendingan jatuh/tumpah).

Penulis adalah Pemerhati Aceh

Berita Terkait

Perpustakaan Sekarang: Tempat Belajar atau Hangout?
Mahasiswa VS AI : Siapakah Yang Lebih Cerdas
Bunda Ana, Istri Mualem Gubernur Aceh, Apresiasi Inovasi Keumamah Katsuobushi PT Suree Aceh
Pengurus PWI Nagan Raya Resmi Dilantik 1 Dekade PWI Nagan Raya tahun 2025 ini Ada 28 orang/lembaga Penerima Anugerah
Malam Anugerah 1 Dekade PWI Nagan Raya Camat Seunagan Timur Terima Penghargaan
RAPI Nagan Raya Ucapkan Selamat Atas 1 Dekade PWI Nagan Raya Dan Pengukuhan Pengurus Baru
Raja Sayang Wabup Nagan Raya Hadiri Pembukaan MTQ Ke-37 Provinsi Aceh di Pidie Jaya
Surat Kaleng dan Opera Kaleng-Kaleng

Berita Terkait

Jumat, 7 November 2025 - 01:46 WIB

Dugaan Pemalsuan Nama di Buku Nikah, Warga Pulo Gelime Minta Aparat Hukum Bertindak

Kamis, 6 November 2025 - 21:02 WIB

Peningkatan Kasus ISPA, Dinas Kesehatan Gayo Lues Minta Fasilitas Kesehatan Tingkatkan Kewaspadaan

Kamis, 6 November 2025 - 17:16 WIB

Plt.Sekda Gayo Lues Buka Lomba Baca Puisi DWP, Tekankan Peran Perempuan sebagai Penjaga Harmoni

Kamis, 6 November 2025 - 02:13 WIB

Pemkab Gayo Lues Perkuat Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Daya Beli Masyarakat

Kamis, 6 November 2025 - 02:09 WIB

Tingkatkan Kualitas SDM, Bupati Minta Kepala Desa Pantau Proses Belajar dan Hadirkan Layanan Hingga Pelosok

Kamis, 6 November 2025 - 02:04 WIB

Bupati Gayo Lues Dorong Pemberdayaan Pasca-Pelatihan Melalui Kemitraan Lokal

Kamis, 6 November 2025 - 01:56 WIB

Penguatan Budidaya Kopi Dimulai dari Desa, Kepala Desa Diminta Ambil Peran Nyata dalam Pengelolaan dan Pendataan Lahan

Kamis, 6 November 2025 - 01:36 WIB

Bupati Gayo Lues Tinjau Dinas Pertanian, Pastikan Program Budidaya Kopi Tepat Sasaran

Berita Terbaru