GAYO LUES, 25 Agustus 2025 — Polemik terkait tempat tinggal dan perkebunan masyarakat di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, hingga kini belum menemukan titik terang. Masyarakat yang bermukim di lima desa, yakni Desa Pungke Jaya, Desa Ranung Musara, Desa Meloak Sepakat, Desa Meloak Aih Ilang, dan Desa Singah Mulo, meminta agar tidak direlokasi ke wilayah lain, mengingat mereka telah menempati kawasan yang termasuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sejak lama.
Menanggapi persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues membentuk tim gabungan yang terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) terkait. Tim tersebut bertugas mencari solusi terbaik sekaligus memastikan hak-hak masyarakat yang tinggal di kawasan TNGL tetap diperhatikan. Rapat koordinasi digelar di Aula Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Gayo Lues, dengan mengundang pihak TNGL untuk memaparkan secara spesifik mengenai aturan yang berlaku di kawasan hutan tersebut berdasarkan data faktual.
Wakil Bupati Gayo Lues, Maliki, mengatakan, rapat tersebut bertujuan mencari solusi bagi masyarakat yang tinggal di lima desa tersebut. “Banyak masyarakat yang tinggal di sana, jadi kami akan terus berusaha,” ujarnya saat membuka rapat, Senin (25/08/2025).
Dalam rapat itu, tim yang dibentuk Pemkab Gayo Lues memaparkan hasil pengecekan lapangan, termasuk bukti-bukti historis yang menunjukkan masyarakat telah lama menempati kawasan TNGL. Data yang diperoleh menunjukkan, masyarakat telah berada di wilayah itu sejak sekitar tahun 1930. Beberapa keluarga bahkan menunjukkan makam leluhur beserta tahun pendiriannya sebagai bukti keberadaan mereka selama beberapa generasi.
Selain itu, hasil pengecekan lokasi juga menunjukkan bahwa masyarakat hanya menanam pohon buah-buahan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak ditemukan aktivitas penanaman kelapa sawit atau komoditas lain yang dikhawatirkan merusak kawasan hutan.
Kepala Seksi (Kasi) Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Blangkejeren, Ali Sadikin, menjelaskan, data yang diserahkan TNGL bukan untuk membandingkan data Pemkab, melainkan sebagai tambahan acuan bila dibutuhkan. “Data ini sebagai tambahan dan acuan bagi Pemkab,” ujar Ali. Ia menambahkan, pihak TNGL siap mendukung upaya Pemkab Gayo Lues dalam menuntaskan polemik tersebut. Dukungan ini mencakup penyediaan data sejarah lima desa di Putri Betung, aktivitas masyarakat di wilayah TNGL, serta informasi fasilitas umum dan sosial yang ada.
Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menegaskan akan terus menyiapkan bahan-bahan dan data yang telah dikumpulkan untuk dipaparkan kepada Balai Besar TNGL Aceh. Rencananya, pemaparan tersebut akan dilakukan pada pekan depan untuk menentukan langkah strategis penyelesaian permasalahan pemukiman masyarakat di kawasan hutan lindung tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut keseimbangan antara kepentingan konservasi dan hak-hak masyarakat adat yang telah menempati kawasan TNGL secara turun-temurun. Upaya penyelesaian diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil, sekaligus menjaga keberlanjutan fungsi ekosistem hutan di Gayo Lues. (Abdiansyah)