JAKARTA — Ratusan relawan yang tergabung dalam Jokowi Mania (Joman) mendatangi Gedung Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (9/10/2025), guna mendesak Kepolisian segera menetapkan Roy Suryo dan sejumlah tokoh lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo terkait tuduhan ijazah palsu.
Rombongan dipimpin oleh Ketua Umum Joman, Andi Azwan, dan turut didampingi oleh Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan serta politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando. Kedatangan mereka diterima oleh pejabat Biro Pengawas Penyidikan Mabes Polri. Dalam pernyataannya, Andi menegaskan kehadiran mereka bukan untuk mengintervensi proses hukum, melainkan bentuk dukungan moral kepada Kepolisian Republik Indonesia agar proses hukum bisa berjalan tegak dan tuntas.
“Selama ini Polri terus diganggu narasi-narasi bohong dari mereka yang tidak bertanggung jawab. Kami sebagai warga negara yang cinta Polri, berharap penyidikan berjalan cepat dan semua yang membuat kegaduhan ini bisa segera ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Andi Azwan kepada awak media.
Andi menilai bahwa tudingan soal ijazah palsu Jokowi telah menimbulkan kegaduhan politik dan sosial yang tidak hanya mencoreng nama baik Presiden, tetapi juga berkontribusi pada polarisasi di masyarakat. Ia pun menyampaikan bahwa lebih dari 100 simpul relawan Jokowi–Prabowo–Gibran telah menyatakan sikap mendukung penuh Polri untuk menuntaskan kasus tersebut.
Sekjen Peradi Bersatu sekaligus pelapor dalam kasus ini, Ade Darmawan, meminta Irwasum Polri Komjen Wahyu Widada segera mendisposisikan surat permintaan gelar perkara ke Polda Metro Jaya. Ia juga menekankan pentingnya penanganan yang cepat dan profesional untuk menghindari persepsi negatif atas institusi penegak hukum.
“Sesuai prosedur, sudah sewajarnya Mabes Polri turun tangan dalam pengawasan. Kami minta proses ini tidak berlarut. Gelar perkara adalah langkah penting menuju penetapan tersangka,” kata Ade.
Ade juga menyatakan sikap tegas akan tetap mereka ambil jika ada pihak-pihak yang berniat menghalangi proses hukum atau bahkan memprovokasi masyarakat. Ia menegaskan akan menghadapi proses hukum secara terbuka dan bertanggung jawab sesuai ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, Ade Armando percaya Polri telah mengantongi cukup bukti untuk melanjutkan ke tahap penetapan tersangka. Ia meyakini bahwa proses peralihan dari penyidikan ke penetapan tersangka hanya tinggal menunggu waktu.
“Hampir pasti bahwa penyidik akan segera meningkatkan status hukum kasus ini. Kita tunggu saja, bisa bulan ini, bisa juga bulan depan,” katanya.
Polri sebelumnya menerima enam laporan polisi seputar kasus tudingan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Joko Widodo. Dua laporan di antaranya telah dicabut oleh pelapor, sementara empat lainnya tetap berlanjut dan kini sudah berada dalam tahap penyidikan. Salah satu laporan dilayangkan langsung oleh Presiden Jokowi melalui tim hukumnya.
Dalam proses penyidikan, sedikitnya 12 orang telah tercantum dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Di antara mereka terdapat nama-nama publik seperti mantan Ketua KPK Abraham Samad, pakar telematika Roy Suryo, dokter Tifauziah Tyassuma, ahli digital forensik Rismon Sianipar, serta tokoh hukum dan jurnalis lainnya seperti Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Rustam Efendi, dan Aldo Rido. Sebagian besar dari mereka telah diperiksa polisi. Jokowi selaku pelapor juga telah dimintai keterangan secara resmi.
Meski demikian, hingga saat ini Polda Metro Jaya belum melaksanakan gelar perkara yang sedianya menjadi tahapan penting sebelum penetapan tersangka. Kasus ini dilaporkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum serta Pasal 28 ayat 2 dan ayat 3 jo Pasal 45A ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Publik kini menaruh perhatian besar terhadap langkah selanjutnya yang akan diambil oleh aparat penegak hukum. Desakan dari berbagai kelompok relawan menguat, seiring harapan agar penuntasan kasus ini tidak hanya sekadar menjawab persoalan hukum, tetapi juga meredam gejolak sosial yang timbul akibat informasi tidak berdasar yang beredar di ruang publik.














































