JAKARTA – Pemerhati intelijen dan kebijakan publik, Sri Radjasa, M.BA., menyampaikan dukungan penuh terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Kejaksaan Agung untuk segera menindak direksi-direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diduga menyalahgunakan jabatan, fasilitas, dan anggaran negara. Instruksi tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menghentikan budaya elitis dan praktik korupsi yang selama ini berlangsung dalam pengelolaan perusahaan negara.
“Pesta sudah berakhir. Tidak ada lagi ruang bagi direksi BUMN yang berperilaku seperti raja dan menghambur-hamburkan uang rakyat. Presiden sudah marah, dan ini adalah perintah langsung, bukan himbauan,” tegas Sri Radjasa dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Menurut Sri Radjasa, selama bertahun-tahun publik dipaksa menyaksikan bagaimana sejumlah pejabat BUMN menggunakan jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Mulai dari fasilitas mewah, perjalanan ke luar negeri tanpa urgensi, hingga permainan proyek dan pengadaan yang sistematis. “BUMN adalah aset strategis negara. Bila direksinya rakus, kerusakannya bukan hanya finansial, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap negara,” ujarnya.
Sejumlah kasus besar yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir memperkuat urgensi pembersihan total. Kasus tata niaga komoditas PT Timah (2015–2022) diperkirakan menyebabkan kerugian hingga Rp300 triliun. Skandal Jiwasraya menimbulkan kerugian Rp16,81 triliun, Asabri Rp22,78 triliun, serta dugaan kerugian Rp193,7 triliun dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina. Selain itu, pengadaan LNG dan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya turut memperlihatkan pola penyimpangan yang berulang.
Sri Radjasa menegaskan bahwa akar persoalan tidak hanya terletak pada individu pelaku, tetapi juga struktur tata kelola yang lemah, intervensi politik dalam penunjukan direksi, dan status regulasi keuangan BUMN yang masih membuka ruang pembenaran penyimpangan. “Selama jabatan direksi diperlakukan sebagai hadiah politik, bukan amanah profesional, maka praktik penyalahgunaan akan terus terjadi,” katanya.
Instruksi Presiden Prabowo kepada Kejaksaan Agung disebutnya sebagai momentum penting untuk memulihkan kredibilitas negara dalam pengelolaan aset strategis. Apalagi, pembentukan Danantara sebagai holding strategis baru harus berlangsung bersih dan tidak tercemar kepentingan pribadi pihak manapun. “Danantara jangan menjadi babak baru bagi para pemburu rente. Presiden sudah memberi garis merah yang tegas,” ucapnya.
Sri Radjasa menegaskan bahwa seluruh mata publik kini tertuju kepada Kejaksaan Agung. “Kejagung adalah garda terakhir. Bila mereka bertindak tegas, kepercayaan rakyat pulih. Bila lamban atau tebang pilih, maka yang rusak bukan hanya BUMN, tetapi wibawa negara,”lanjutnya.
Sri Radjasa kembali menyampaikan pesan kunci atas instruksi Presiden. “Pesta sudah usai. Sekarang waktunya cuci piring. Dan rakyat sedang melihat siapa yang benar-benar bekerja,”pungkasnya.














































