BANDA ACEH, BARANEWS | Safaruddin, SH, MH mengatakan bahwa larangan bank konvensional dalam Qanun LKS melanggar konstitusi. Hal ini disampaikan dalam diskusi tentang “Revisi Qanun LKS, Perlukah?” yang diadakan oleh Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah (HIMAHESA) dan YARA pada Jumat 26 Mei 2023 di Ruang Theater Fakultas Syariah dan Hukum.
Kedua, ia mengatakan bahwa qanun LKS seharusnya hanya mengatur tentang lembaga keuangan syariah, bukan bank konvensional. Sehingga dalam kesempatan ini dia mendorong agar revisi qanun LKS untuk memfokuskan saja pada lembaga keuangan syariah. Misanya pada Pasal 2, dinyatakan bahwa lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah “. Kemudian Pasal 65, “…lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menyesuaikan dengan Qanun ini paling lama 3 (tiga) tahun…” Menurut Ketua YARA, usulan revisi agar menambah kata “syariah” pada kedua pasal tersebut, setelah kata lembaga keuangan – sehingga menjadi “lembaga keuangan syariah…” Hal ini menurutnya, Qanun ini hanya khusus untuk mensyariahkan perbankan syariah, agar perbankan syariah menjadi lebih syariah. Bukan sebaliknya mengatur perbankan konvensional. Usul Safaruddin yang juga ketua Ikatan Advokasi Indonesia (IKADIN) Propinsi Aceh
Ketiga, Safaruddin berpendapat bahwa bunga pada perbankan konvensional itu tidak riba. Karena menurutnya, ada sebagian ulama/Mufti di Mesir membolehkan bunga perbankan konvensional. “persoalan bunga pada bank konvensional itu masalah khlifiyah”. “Beberapa negara muslim lainnya, seperti di Malaysia masih beroperasi bank konvensional, dan itu memberi peluang pekerjaan bagi rakyatnya”. Lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, ketua Prodi HES, Dr.iur Chairul Fahmi yang menjadi moderator sekaligus penanggap atas pemikiran ketua YARA mengatakan bahwa secara konstitusi, Qanun LKS adalah perintah UU, pasal 2 UU No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaaan Aceh, Pasal 125, 126, 127, dan 154 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dan Pasal 21 Qanun No.8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam di Aceh. Jadi Qanun LKS sudah konstitusional. Kedua, gugatan YARA terkait hak konstitusionalnya untuk mendapatkan layanan perbankan konvensional di Aceh, telah ditolak oleh pengadilan dan sudah Inkrah setelah adanya putusan Mahkamah Agung.
Kedua, menurut Fahmi, pengaturan Qanun LKS si Aceh bersifat asas territorial dan personalitas. Asas teritorial, bermakna Aceh mempunyai kedaulatan sebagai wilayah khusus yang menjalankan syariat Islam dalam segela aspek, termasuk dalam bidang muamalah atau lembaga keuangan. Sebagai daerah keistimewaan, juga berlaku asal “lex special derogat legi generalis”. Dalam kontek ini, maka Qanun LKS memerintahkan semua lembaga keuangan harus didasarkan pada prinsip syariah, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 2, Juncto Pasal 65 QLKS. Begitu juga dengan asas personalitas, dimana kewajiban itu berlaku bagi setiap orang yang beragama Islam atau badan hukum yang bertempat tinggal di Aceh, dan setiap badan usaha/badan hukum yang melakukan transaksi keuangan dengan pemerintah Aceh. Artinya, jika ada lembaga keuangan (berbadan hukum) di Aceh harus juga menyesuaikan dengan Qanun tersebut berdasarkan doktrin dan asas hukum tersebut.
Ketiga, terkait dengan hukum bunga bank sebagai hal yang khilafiyah memang benar, karena ada sebagian ulama di dunia yang menyatakan bunga bank tidak sama dengan riba. Namun Fatwa DSN tahun 2000 menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah dan dikuatkan dengan Fatwa MUI No.1 Tahun 2004 bahwa bunga (interest), berupa tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman adalah riba. Dalam konteks Aceh, menurut Fahmi, “boleh saja praktek bank konvensional dikembalikan, jika ada Fatwa MPU yang menyatakan bahwa bunga bank itu bukan riba, tapi saya nyakin, fatwa itu tidak ada”.
Namun demikian, terkait dengan usul revisi. Menurut ka.Prodi HES ini sah-sah saja dan setuju sebagai upaya memperkuat peran QLKS, agar fungsi perbankan syariah benar-benar menjadi rahmatal lil “alamin.
Sementara ketua HIMAHESA, Aulia Rahmatullah mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk membuka wacana kritis mahasiswa, khususnya dari mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah terhadap polimik QLKS. Lebih lanjut dia menyatakan, “kami selaku ketua HIMAHESA bangga dengan banyaknya antuisme mahasiswa dan kepeduliaan mereka terhadap pro-kontra Qanun LKS yang sedang diperbincangkan oleh berbagai kalangan di Aceh. Dengan adanya diskusi ini, kami harapkan mahasiswa dapat menilai secara objektif dan kritis terkait pandangan berbeda dalam menanggapi QLKS ini”. Lanjut aktivis muda ini. (RED)