Waspadai Serangan Balik Mafia Migas dan Tambang Terhadap Kejagung

Redaksi Bara News

- Redaksi

Minggu, 16 November 2025 - 02:40 WIB

50336 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini
Oleh: Sri Radjasa, MBA (Pemerhati Intelijen)

Gelombang pemberantasan korupsi yang tengah digencarkan Kejaksaan Agung menyingkap wajah lama dari kejahatan yang tak lagi berdiri sendiri. Korupsi di Indonesia telah berkembang menjadi grand corruption sekaligus political corruption, yakni sebuah simbiosis gelap antara sebagian penyelenggara negara, oknum aparat penegak hukum, pengusaha, serta jaringan perantara yang beroperasi di bawah tanah. Seperti ditulis Rose-Ackerman (2016), korupsi yang melibatkan aktor negara dan pebisnis besar pada level kebijakan adalah bentuk korupsi paling mematikan, karena mampu menggerus legitimasi negara dan menyandera kebijakan publik.

Itulah yang kini mengemuka dalam berbagai kasus migas dan pertambangan, sektor yang selama puluhan tahun disebut para ekonom politik sebagai the resource curse, kutukan sumber daya yang melahirkan rente, konflik kepentingan, dan kejahatan terorganisasi.

Serangkaian kasus yang diusut Kejaksaan Agung mulai dari tata niaga migas hingga konsesi tambang, telah menyentuh simpul-simpul strategis yang selama ini menjadi arena dominasi oligarki. Maka tidak mengejutkan apabila muncul serangan balik dari kelompok yang merasa terancam oleh bergeraknya roda penegakan hukum. Dalam kerangka studi intelijen, apa yang tampak di permukaan hanyalah retakan kecil dari perlawanan terkoordinasi yang lebih besar. Budaya “maling teriak maling” muncul kembali sebagai strategi klasik pembelokan opini publik, yakni ketika para pelaku kejahatan justru menuding aparat agar proses hukum menjadi kabur dan kepercayaan publik terkikis. Di titik ini, negara tengah menghadapi ujian kewibawaan.

Gelombang laporan terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus ke Komisi Pemberantasan Korupsi, disertai aksi demonstrasi bertema delegitimasi Kejagung, bukan sekadar dinamika politik biasa. Sinyalnya kuat, dimana operasi tandingan dilakukan untuk memukul mundur pemberantasan korupsi. Dalam literatur counterintelligence, langkah ini disebut offensive deception maneuver yaitu manuver ofensif yang bertujuan menciptakan keraguan terhadap institusi penegak hukum agar penanganan kasus bisa masuk ke fase stagnasi.

Indikasi keterlibatan makelar kasus kelas kakap serta jejaring pemain tambang ilegal dan bandar judi online memperkuat analisis bahwa perlawanan ini bukan spontan. Ia terstruktur, didanai, dan digerakkan untuk tujuan tunggal yaitu menghentikan proses hukum yang sudah menyentuh kepentingan ekonomi sangat besar. Informasi yang menyebutkan bahwa Riza Chalid menghabiskan hampir satu triliun rupiah untuk menghalangi penegakan hukum dalam kasus Pertamina yang menjerat keluarganya memperlihatkan skala pertempuran yang sedang terjadi. Angka itu bukan hanya mencerminkan kekuatan modal kelompok tersebut, tetapi juga memperlihatkan betapa mahalnya harga impunitas di republik ini.

Dalam perspektif hukum, segala bentuk upaya menghalang-halangi penyidikan merupakan obstruction of justice yang dapat dijerat pidana. Pasal-pasal di Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-Undang Tipikor, maupun aturan khusus lain telah mengatur ancaman berat bagi siapa pun yang mengintervensi proses penegakan hukum. Karena itu, koordinasi lintas institusi yang kini dilakukan pemerintah untuk menelusuri dalang pelaporan terhadap Jampidsus serta pihak yang mengorganisasi unjuk rasa pesanan merupakan langkah yang bukan hanya penting, tetapi juga mendesak. Sejarah membuktikan bahwa penegakan hukum akan lumpuh jika negara terlambat membaca pola serangan balik seperti ini.

*Negara dalam Pusaran Ujian Legitimasi*
Negara tidak sedang berhadapan dengan satu atau dua individu, melainkan dengan ekosistem kejahatan terorganisasi yang memanfaatkan celah regulasi, jaringan politik, dan kelemahan pengawasan. Menurut studi Robinson dan Acemoglu dalam Why Nations Fail, negara yang membiarkan elite predatori menguasai institusi-institusi kunci akan terjebak dalam lingkaran ketergantungan: semakin dalam intervensi oligarki, semakin rapuh legitimasi negara. Indonesia sedang berada pada titik kritis itu. Upaya Kejagung yang mulai menyentuh pusat-pusat rente merupakan momentum penting untuk membalik situasi, tetapi juga membuka risiko meningkatnya tekanan balik.

Fenomena serangan balik mafia migas dan tambang ini menyerupai pola yang pernah terjadi pada beberapa negara penghasil sumber daya. Di Brasil, operasi Lava Jato yang mengungkap korupsi Petrobras memicu perlawanan besar dari elite politik dan bisnis; di Meksiko, kartel minyak ilegal mempengaruhi institusi keamanan; di Nigeria, mafia minyak mentah sampai menginfiltrasi parlian dan sektor militer. Semua contoh itu menunjukkan bahwa ketika sektor sumber daya alam menjadi sumber rente raksasa, jaringan kejahatan akan berupaya keras mempertahankannya.

Indonesia berada di persimpangan yang sama. Eksploitasi sumber daya alam baik migas, batu bara, nikel, hingga emas selama ini menghasilkan nilai ekonomi sangat besar, namun juga membuka ruang bagi infiltrasi kepentingan gelap. Ketika jaringan ini merasa terdesak oleh penegakan hukum, mereka merespons dengan taktik yang memanfaatkan kelemahan demokrasi melalui manipulasi opini publik, operasi informasi, hingga memanfaatkan kelembagaan antarkomponen negara untuk saling bertabrakan. Inilah bahaya terbesar ketika mafia mencoba mendikte arah institusi penegak hukum.

Pernyataan Presiden Prabowo yang menegaskan agar siapa pun yang melindungi koruptor ditangkap, apa pun modusnya, menjadi sinyal politik yang keras. Pesan tersebut penting untuk memastikan bahwa tidak ada ruang ambigu dalam penegakan hukum. Ketegasan negara adalah faktor kunci untuk memutus rantai korupsi sistemik. Jika sinyal politik tidak tegas, maka kelompok berkepentingan akan terus bermain di wilayah abu-abu, memanfaatkan celah hukum dan konflik antar-institusi.

Namun ketegasan politik bukan satu-satunya syarat. Kepercayaan publik adalah elemen yang harus dijaga. Kini, rakyat berada dalam pusaran informasi yang dipenuhi distorsi, hoaks, dan narasi yang sengaja dirancang untuk melemahkan integritas Kejaksaan Agung. Serangan terhadap legitimasi institusi bukan hanya individunya, ia adalah strategi klasik untuk melonggarkan kendali negara atas kejahatan terorganisasi. Karena itu, literasi publik menjadi pertahanan sosial paling penting. Dalam teori social resilience, masyarakat yang memiliki literasi hukum dan politik yang baik akan sulit dimanipulasi oleh propaganda yang menyasar institusi negara.

Pada akhirnya, pertarungan melawan mafia migas dan tambang bukan hanya soal membongkar kasus korupsi, tetapi memastikan bahwa negara tetap berdiri sebagai otoritas tertinggi. Ketika institusi penegak hukum dibajak oleh propaganda dan tekanan, maka negara kehilangan wibawa, dan penegakan hukum akan berhenti di ruang gelap kompromi.

Ujian terhadap kewibawaan negara ini tidak boleh gagal. Negara harus menunjukkan bahwa ia lebih kuat daripada jaringan yang mencoba melumpuhkannya. Keadilan tidak boleh tunduk pada uang, tekanan, maupun intimidasi. Dalam konteks inilah, serangan balik mafia bukan sekadar ancaman terhadap Kejagung, melainkan ancaman terhadap fondasi negara hukum itu sendiri.
Hanya negara yang berani dan konsisten yang dapat memenangkan pertempuran ini. Dan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan, harus terus mengawasi, mendukung, dan memastikan bahwa mesin keadilan tidak berhenti di tengah jalan. Korupsi adalah musuh bersama, dan kekalahan negara di medan ini akan menjadi kerugian sejarah bagi generasi yang akan datang.

Berita Terkait

Negeri Kaya, Rakyat Luka
Dukung Program Presiden Prabowo, Nagan Raya Latih 222 Pengurus KDMP se-Kabupaten
Kapolres Nagan Raya Kunker Ke Mapolsek Seunagan Timur.
Kapolres Nagan Raya Kunker Ke Mapolsek Kuala. Dan Berikan Bantuan Sembako
Pena yang Kehilangan Nurani
Ketua Dekranasda Nagan Raya Raih Juara III Fashion Show se-Aceh, Tampilkan Motif Khas “Bungong Kayee”
Ketua TP-PKK Nagan Raya Buka Musrena 2025: Dorong Partisipasi Perempuan, Anak, dan Disabilitas dalam Pembangunan
Cerita Petani Anggur Duyu Bangkit: Reforma Agraria Tak Hanya Soal Tanah, tapi Juga Kemandirian

Berita Terkait

Rabu, 19 November 2025 - 01:53 WIB

Negeri Kaya, Rakyat Luka

Selasa, 18 November 2025 - 18:52 WIB

Perkuat Literasi Digital, Bupati TRK Serahkan Smart TV ke SMPN 1 Seunagan

Selasa, 18 November 2025 - 16:48 WIB

Kapolres Nagan Raya Kunker Ke Mapolsek Seunagan Timur.

Senin, 17 November 2025 - 14:33 WIB

Kapolres Nagan Raya Kunker Ke Mapolsek Kuala. Dan Berikan Bantuan Sembako

Minggu, 16 November 2025 - 02:40 WIB

Waspadai Serangan Balik Mafia Migas dan Tambang Terhadap Kejagung

Kamis, 13 November 2025 - 19:43 WIB

DPMGP4 Nagan Raya Gelar Pelatihan Konversi Hak Anak Bagi Guru Dayah Dan Penggerak KLA.

Kamis, 13 November 2025 - 01:54 WIB

Bea Cukai Meulaboh dan Pemkab Nagan Raya Gelar Sosialisasi Cukai dan Rokok Ilegal

Rabu, 12 November 2025 - 01:55 WIB

Pena yang Kehilangan Nurani

Berita Terbaru

OPINI

Negeri Kaya, Rakyat Luka

Rabu, 19 Nov 2025 - 01:53 WIB

BANDA ACEH

Pengaruh Globalisasi terhadap Kebudayaan Lokal

Selasa, 18 Nov 2025 - 20:02 WIB