BANDA ACEH | Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, terus mendorong pengalihan praktik penanaman ganja oleh masyarakat ke budidaya tanaman bernilai ekonomis seperti kopi dan kakao. Langkah ini diambil sebagai upaya mencegah keterlibatan warga dalam aktivitas yang melanggar hukum serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Bupati Gayo Lues, Suhaidi, di Banda Aceh, Senin (6/10/2025), menyampaikan bahwa selama ini masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan kerap menjadi sasaran pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk menanam ganja. Oleh karena itu, menurutnya, pengalihan ke tanaman legal dan produktif menjadi solusi berkelanjutan.
“Selama ini banyak masyarakat di Kabupaten Gayo Lues, khususnya yang tinggal di dekat kawasan hutan, dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab untuk menanamkan ganja,” ujar Suhaidi saat ditemui di sela kegiatan koordinasi lintas sektor.
Suhaidi menambahkan, tanaman seperti kopi dan kakao dipilih karena dinilai memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan di pasar. Pemerintah daerah juga tengah mengupayakan pelatihan, pendampingan, serta akses pasar bagi petani agar hasil pertanian mereka dapat terserap secara optimal.
“Dengan menanam kopi maupun kakao, perekonomian masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat meningkat, sehingga tidak lagi dimanfaatkan orang lain hanya untuk menanam ganja yang bertentangan dengan hukum,” ucapnya.
Inisiatif ini, menurut Suhaidi, sejalan dengan program Grand Design Alternative Development yang diusung oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) RI. Program tersebut bertujuan untuk merehabilitasi kawasan penghasil tanaman terlarang melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan dan partisipatif.
Lebih jauh, Suhaidi menegaskan bahwa pengalihan tersebut juga menjadi strategi dalam upaya memutus rantai pasokan ganja ke luar daerah. Ia menyebutkan bahwa selama ini petani hanya berperan sebagai pelaksana, sementara aktor utama berasal dari jaringan luar provinsi.
“Masyarakat di Kabupaten Gayo Lues yang menanam ganja hanyalah orang suruhan dari bandar di luar Aceh. Dengan berhentinya aktivitas ini, maka pasokan tanaman terlarang tersebut ikut terputus,” katanya.
Pemerintah daerah menargetkan perluasan wilayah pertanian kopi dan kakao dalam dua tahun ke depan. Selain sebagai instrumen pengentasan kemiskinan, program ini juga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak jaringan narkotika di kawasan pedalaman Aceh. (RED)












































