GAYO LUES — Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menyatakan hingga saat ini belum menerima Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor-sektor komoditas unggulan yang selama ini aktif diproduksi dan dipasarkan ke luar daerah. Hal itu disampaikan Bupati Gayo Lues, Suhaidi, dalam sidang paripurna pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (RKUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2026 di hadapan ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), Senin (18/11).
Dalam pidatonya, Suhaidi mengungkapkan bahwa ratusan ribu ton getah pinus yang dihasilkan dari hutan-hutan produksi di Gayo Lues telah keluar dari wilayah kabupaten dalam beberapa tahun terakhir. Produksi tersebut dilakukan oleh sejumlah perusahaan yang berdomisili di daerah ini. Namun, hingga kini, tidak ada kontribusi langsung dalam bentuk PAD yang diperoleh pemerintah daerah dari aktivitas industri tersebut.
“Ratusan ribu ton getah pinus keluar dari Gayo Lues, dan belum satu rupiah pun yang masuk sebagai pendapatan asli daerah. Begitu juga dengan sektor lainnya seperti biji kopi, yang jumlahnya juga ribuan ton, namun tidak menyumbang PAD,” kata Suhaidi.
Bupati menilai situasi semacam ini menjadi catatan serius dalam membangun kemandirian fiskal daerah. Ia menyebut bahwa PAD murni Gayo Lues masih tergolong sangat minim, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis dan konkret untuk memperluas sumber pemasukan yang sah secara hukum. Salah satu solusi yang disampaikannya adalah dengan menyusun regulasi berupa peraturan bupati sebagai dasar hukum untuk pemungutan retribusi dari setiap sektor potensial.
“Kepada seluruh SKPK (Satuan Kerja Perangkat Kabupaten) terkait, saya minta untuk segera menyusun rancangan peraturan bupati sebagai dasar hukum untuk penarikan retribusi dari komoditi yang dihasilkan daerah ini,” tegasnya.
Langkah yang diusulkan Bupati Suhaidi mendapat respons positif dari sejumlah anggota DPRK. Mereka menyatakan dukungan terhadap inisiatif eksekutif untuk memperkuat ketahanan fiskal daerah dengan menggali potensi retribusi yang selama ini belum tergarap secara maksimal.
Beberapa anggota dewan yang ditemui usai rapat menyampaikan bahwa langkah pemerintah daerah untuk menyusun dasar hukum pemungutan retribusi merupakan upaya bijak dalam merespons menurunnya transfer anggaran dari pusat dan provinsi. Mereka menilai peraturan bupati dapat menjadi jembatan awal dalam optimalisasi PAD.
“Kita sangat mendukung apa yang disampaikan Pak Bupati. Ini langkah konkret dan realistis. Pendapatan dari pusat sudah berkurang drastis dibanding beberapa tahun lalu. Sudah saatnya kita menggali sendiri potensi daerah,” kata salah satu anggota DPRK.
Sidang paripurna RKUA dan PPAS Tahun Anggaran 2026 ini dibuka langsung oleh Ketua DPRK Gayo Lues, Ali Husin, dan dihadiri seluruh anggota dewan. Pertemuan menjadi ruang refleksi sekaligus penajaman arah kebijakan fiskal Gayo Lues di tengah tantangan keterbatasan anggaran pembangunan yang bersumber dari luar daerah.
Dengan potensi natural yang melimpah, seperti hasil hutan non-kayu, kopi Gayo yang berkelas ekspor, serta sumber daya alam lainnya, Gayo Lues dinilai memiliki peluang besar untuk meningkatkan penerimaan daerah secara mandiri. Namun untuk mewujudkannya, regulasi yang kuat dan kepatuhan yang terukur menjadi kunci dalam menciptakan mekanisme retribusi yang adil dan efektif.
Masyarakat dan pelaku usaha diharapkan dapat turut serta dalam proses transisi ini, dengan mendukung kebijakan daerah yang bertujuan memperkuat pembangunan dan kesejahteraan secara berkelanjutan. Pemerintah daerah, lanjut Suhaidi, akan terus membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan berbagai pihak dalam rangka merumuskan skema terbaik bagi pemanfaatan sumber daya lokal tanpa mengganggu iklim investasi. (*)














































