Pegunungan Arfak, Papua Barat — Suasana duka masih menyelimuti Kampung Jim, Distrik Catubouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, sepekan setelah banjir bandang menerjang kawasan terpencil yang selama ini dihuni oleh para penambang emas tradisional. Dalam tragedi yang terjadi Jumat malam, 16 Mei, sebanyak 15 nyawa telah melayang, sementara empat lainnya masih dinyatakan hilang dan dalam pencarian intensif oleh tim gabungan.
Peristiwa memilukan itu bermula dari hujan deras yang mengguyur kawasan pegunungan sejak pukul 13.00 WIT. Hujan tak kunjung reda hingga malam hari, dan sekitar pukul 21.00 WIT, air bah meluap dari lereng perbukitan. Tanpa peringatan, arus deras menyapu lokasi tenda-tenda para penambang yang berada di dekat aliran sungai. Tenda, peralatan, dan bahkan tubuh manusia terseret derasnya air berlumpur di tengah malam yang gelap dan dingin.
Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Basarnas, TNI/Polri, serta warga lokal bahu membahu dalam operasi pencarian yang hingga Jumat (23/5) masih berlangsung. Proses evakuasi tidak mudah. Medan di sekitar lokasi kejadian dikenal sangat terjal, akses jalan terbatas, dan cuaca ekstrem yang kerap berubah-ubah menjadi tantangan harian.
Dalam lima hari terakhir, pencarian membuahkan hasil meski penuh duka. Satu jenazah ditemukan pada Minggu (18/5), disusul lima korban lain pada Senin (19/5), tiga pada Selasa (20/5), dan lima lagi pada Rabu (21/5). Dari total 15 korban meninggal dunia, delapan telah berhasil diidentifikasi, sedangkan tujuh lainnya masih menunggu proses identifikasi forensik dan kini sedang dibawa menuju RS Bhayangkara untuk penanganan lebih lanjut.
Di antara kabar duka, ada satu titik terang. Erik, seorang pria berusia 25 tahun yang sebelumnya dilaporkan hilang, ditemukan dalam keadaan selamat di Kampung Kenyum. Ia dilaporkan berhasil menyelamatkan diri ke kawasan yang lebih tinggi sesaat sebelum banjir menghantam tenda tempatnya biasa beristirahat.
Meski tidak ada laporan kerusakan material berskala besar atau pengungsian warga, upaya pencarian korban yang tersisa terus menghadapi rintangan besar. Selain medan yang ekstrem, minimnya alat berat dan keterbatasan jaringan komunikasi membuat koordinasi di lapangan menjadi sulit. Para petugas dihadapkan pada suhu dingin menggigit saat malam hari, yang kerap menurunkan stamina dan meningkatkan risiko hipotermia.
Kebutuhan logistik untuk mendukung pencarian pun semakin mendesak. BPBD Kabupaten Pegunungan Arfak mengidentifikasi sejumlah kebutuhan penting, seperti makanan dan minuman untuk tim pencari, alat bantu komunikasi dan penerangan, alat pelindung diri (APD), perlengkapan tidur, kendaraan operasional, ambulans jenazah, bahan bakar, hingga alat berat untuk menembus jalur-jalur yang tertutup longsor atau lumpur.
BNPB mengeluarkan imbauan resmi agar seluruh tim lapangan senantiasa mengutamakan keselamatan dalam setiap langkah pencarian. Pemerintah juga meminta masyarakat tidak menyebarluaskan foto atau informasi korban yang belum terverifikasi demi menjaga privasi dan menghormati keluarga korban yang sedang berduka.
Hingga saat ini, harapan masih digantungkan pada kekuatan tim dan solidaritas antarwarga. Setiap menit dan jam yang berlalu menjadi sangat berharga dalam upaya menyelamatkan nyawa atau setidaknya menemukan korban yang tersisa untuk dimakamkan secara layak. (*)