Jakarta – Kejaksaan Agung melalui penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) resmi mengajukan permintaan kepada Otoritas Imigrasi untuk melakukan pencegahan terhadap tiga mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) era Nadiem Makarim. Ketiganya, yakni Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arif (IA), diminta untuk dicegah bepergian ke luar negeri guna memudahkan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Harli Siregar menyampaikan bahwa pencegahan tersebut diajukan secara resmi pada 4 Juni 2025. Menurut Harli, langkah ini diambil karena ketiga staf khusus tersebut tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyidik dalam beberapa kesempatan yang telah dijadwalkan sebelumnya. Ketidakhadiran mereka dinilai menghambat proses pengumpulan informasi dan klarifikasi atas dugaan keterlibatan dalam skandal korupsi pengadaan perangkat teknologi pendidikan tersebut.
“Per tanggal 4 Juni 2025, penyidik JAM Pidsus sudah meminta kepada Otoritas Imigrasi untuk dilakukan pencegahan terhadap ketiga nama ini, dan sudah ditetapkan sebagai orang yang dicegah,” ujar Harli kepada wartawan. Ia menambahkan, “Sudah dijadwalkan, tetapi tiga orang ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwalkan kemarin dan dua hari sebelumnya.”
Penyidik pun berencana kembali memanggil Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim Arif dalam waktu dekat untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Harli memastikan bahwa pihaknya akan terus melakukan update terhadap perkembangan penyidikan, termasuk jadwal pemanggilan ulang yang kemungkinan akan dilaksanakan pada pekan depan.
Sebelumnya, penyidik JAM Pidsus telah melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi yang berkaitan dengan ketiga staf khusus tersebut. Pada tanggal 21 dan 23 Mei 2025, tim penyidik menggeledah apartemen milik FH, JS, dan IA. Dalam proses penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik (BBE) dan dokumen-dokumen yang diduga berkaitan dengan pengadaan laptop Chromebook yang menjadi fokus penyidikan.
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek yang berlangsung selama periode 2019 hingga 2022. Dalam pengembangan kasus, penyidik mendalami indikasi adanya pemufakatan jahat yang melibatkan berbagai pihak, termasuk dugaan pengondisian oleh staf teknis untuk menyusun kajian teknis yang mengarahkan proyek pengadaan bantuan perangkat teknologi pendidikan pada tahun 2020.
Skema pengadaan yang diduga sarat rekayasa ini menyasar distribusi perangkat laptop jenis Chromebook ke berbagai sekolah di seluruh Indonesia, dengan nilai proyek yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Muncul dugaan kuat bahwa proses kajian hingga penunjukan penyedia barang dilakukan tidak sesuai prosedur, melainkan untuk menguntungkan kelompok tertentu secara sistematis.
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini dan mengungkap aktor-aktor yang terlibat, baik dari lingkup internal kementerian maupun pihak eksternal yang diduga memperoleh keuntungan dari proyek pengadaan tersebut. Harli Siregar menutup pernyataannya dengan mengimbau semua pihak yang dipanggil agar kooperatif dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. (*)