BANJARNEGARA — Setelah sepuluh hari upaya pencarian tanpa henti, operasi pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR) terhadap korban longsor di Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, resmi dihentikan pada Selasa (25/11). Keputusan yang diambil melalui evaluasi menyeluruh ini menjadi langkah yang sulit, terutama bagi para keluarga korban yang masih menanti kepastian nasib orang-orang tercintanya.
Penutupan operasi SAR tidak semata-mata atas pertimbangan teknis, tetapi juga mempertimbangkan aspek keselamatan dan kemanusiaan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Basarnas dan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara menegaskan, risiko di lokasi longsor sangat tinggi. Tanah yang masih bergerak, cuaca yang tidak menentu, serta kedalaman dan cakupan material longsor membahayakan keselamatan tim pencari jika operasi tetap dilanjutkan.
“Pertimbangan keselamatan menjadi prioritas. Kondisi di lapangan sudah tidak memungkinkan untuk diteruskan tanpa risiko besar terhadap para petugas maupun masyarakat yang terlibat,” demikian disampaikan dalam evaluasi akhir operasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama proses pencarian, tim gabungan yang terdiri dari personel BNPB, Basarnas, TNI-Polri, BPBD lintas daerah, PMI, Tagana, unsur relawan, serta pemerintah daerah bekerja maksimal, didukung alat berat dan teknologi modifikasi cuaca. Namun mereka dihadapkan dengan tantangan serius, seperti struktur tanah yang tidak stabil dan kondisi jenazah yang makin rusak akibat tertimbun material basah dalam waktu lama.
Pada hari terakhir, tim berhasil menemukan lima jenazah tambahan. Seluruhnya telah dievakuasi ke RSUD Banjarnegara untuk proses identifikasi. Dengan demikian, total korban meninggal dunia mencapai 17 orang, termasuk dua potongan tubuh manusia. Meski semua upaya telah dilakukan, 11 korban lainnya belum ditemukan.
Rasa kehilangan dan duka mendalam menyelimuti penutupan operasi SAR. Keluarga korban dan warga sekitar hadir dalam doa bersama dan prosesi tabur bunga di lokasi longsor. Dalam suasana haru, banyak di antara mereka memeluk satu sama lain, membagikan kekuatan, dan menerima kenyataan meski masih menyimpan duka yang belum utuh terjawab.
Bencana ini tidak hanya menyebabkan korban jiwa, tetapi juga meninggalkan dampak luas. Sebanyak 1.019 jiwa dari 343 kepala keluarga terpaksa mengungsi. Kerugian material mencakup 206 rumah roboh, dua masjid dan satu musala rusak, jalan antar desa sepanjang 800 meter tertutup material longsor, 670 meter saluran irigasi terdampak, puluhan warung dan lapak warga rusak, serta hilangnya ternak dan hasil pertanian masyarakat.
Meski fase pencarian dan penyelamatan telah berakhir, pemerintah menekankan bahwa komitmen terhadap masyarakat terdampak tetap berlanjut. BNPB menyampaikan bahwa tahapan pemulihan kini menjadi fokus utama. Relokasi warga dari zona merah longsor tengah dirancang, serta pendampingan psikososial dan bantuan administratif bagi keluarga korban yang belum ditemukan akan terus berjalan.
Langkah awal yang kini disiapkan adalah pembangunan 50 unit hunian sementara (huntara) yang ditargetkan selesai sebelum akhir Desember. Pembangunan hunian tetap (huntap) juga masuk dalam rencana jangka menengah. BNPB dan kementerian terkait akan mengawal pelaksanaan relokasi dan pemenuhan hak-hak penyintas.
Penyaluran santunan kepada keluarga korban yang meninggal dunia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan oleh Dinas Sosial. Pendidikan dan kegiatan ekonomi warga juga menjadi prioritas dalam pemulihan, termasuk pengembalian aktivitas belajar-mengajar di lokasi pengungsian.
Secara paralel, BNPB bersama instansi teknis terkait akan melanjutkan pemetaan risiko kawasan dan penataan ulang wilayah terdampak. Penguatan mitigasi berbasis ekologi akan diperkuat untuk mencegah terulangnya bencana serupa.
Apresiasi juga diberikan kepada seluruh personel yang terlibat dalam operasi kemanusiaan ini. Gotong royong antara lembaga negara, organisasi masyarakat, relawan, tokoh masyarakat, dan warga menjadi pilar kekuatan selama tanggap darurat berlangsung.
Pemulihan pascabencana tidak sekadar menyentuh infrastruktur, tapi juga menyangkut pemulihan rasa aman dan keutuhan sosial masyarakat. Trauma dan kehilangan yang dialami warga membutuhkan waktu untuk pulih, namun kerja bersama dan semangat solidaritas menjadi harapan untuk masa depan yang lebih kuat.
Semoga seluruh korban mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan. Dan untuk masyarakat Banjarnegara, semoga mampu bangkit kembali bersama, dengan kekuatan yang tumbuh dari kebersamaan. (*)





































