Subulussalam, Aceh – Rumah Adat Binanga di Kecamatan Runding, Kota Subulussalam, menjadi saksi sejarah penting bagi masyarakat adat di kawasan itu. Pada Sabtu, 25 Mei 2025, masyarakat adat dari Kemukiman Binanga menggelar Kongres Masyarakat Adat Kemukiman Binanga. Kegiatan ini tidak hanya menjadi forum konsolidasi sosial, tetapi juga menghasilkan sejumlah ketetapan yang memperkuat pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat dan komitmen bersama dalam menjaga keberlanjutan wilayah adat mereka.
Kongres berlangsung dengan penuh khidmat dan dihadiri oleh para pemangku adat, tokoh agama, kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta perwakilan Muspika Kecamatan Runding. Kehadiran unsur pemerintah dan aparat keamanan menunjukkan bahwa negara memberikan ruang bagi eksistensi hukum adat yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Dari pagi hingga sore hari, acara berjalan dalam suasana dialogis dan penuh keakraban. Delegasi dari setiap desa membawa aspirasi dan keresahan warganya yang selama ini belum terakomodasi dalam kebijakan pembangunan formal. Dalam suasana musyawarah itu, seluruh elemen masyarakat adat menyampaikan komitmen untuk memperkuat struktur sosial adat dan memperjuangkan hak-hak konstitusional mereka agar diakui dan dihormati.
Kongres ini menghasilkan sebuah dokumen penting berisi tujuh poin ketetapan yang dirumuskan secara bersama. Ketetapan tersebut menjadi panduan moral, sosial, dan hukum dalam memperjuangkan kelangsungan hidup masyarakat adat. Pertama, masyarakat adat Kemukiman Binanga menyatakan hak penuh untuk menentukan nasib sendiri dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua, mereka menegaskan hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam yang secara turun-temurun telah dikelola dan diwariskan. Ketiga, pentingnya perlindungan terhadap identitas budaya lokal, termasuk bahasa, tradisi, dan lembaga adat yang menjadi pilar kehidupan bermasyarakat, kembali ditegaskan dalam kongres ini.
Keempat, masyarakat adat menyatakan kebebasan dalam menjalankan praktik keagamaan dan spiritualitas yang diwariskan oleh leluhur. Kelima, mereka menuntut perlindungan terhadap perempuan dan anak dari diskriminasi dan kekerasan, mengingat pentingnya peran perempuan dalam menjaga budaya lokal. Keenam, hak atas pendidikan dan informasi yang mencerminkan nilai-nilai budaya sendiri dinyatakan sebagai bagian dari ketetapan yang mendesak untuk diimplementasikan. Ketujuh, pengakuan atas hukum adat dan lembaga adat Kemukiman Binanga ditegaskan sebagai bagian dari sistem keadilan sosial yang tidak bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Salah satu keputusan penting dalam kongres ini adalah penetapan wilayah tiga desa—Desa Binanga, Pasar Runding, dan Oboh—sebagai wilayah resmi masyarakat adat tani. Keputusan ini sekaligus menetapkan larangan bagi pihak luar untuk menggarap wilayah tersebut tanpa seizin masyarakat adat. Kepala Mukim Binanga, Tamrin Barat, menegaskan bahwa penggarap liar yang melanggar batas wilayah adat akan dikenai sanksi adat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berita acara penetapan tersebut ditandatangani oleh kepala desa masing-masing sebagai bentuk legitimasi hukum adat yang diakui di tingkat komunitas. Penetapan wilayah ini bertujuan mencegah konflik agraria, menjaga kelestarian sumber daya alam, dan mendorong praktik pertanian yang berkelanjutan berbasis pengetahuan lokal.
Kehadiran masyarakat dari berbagai kalangan menunjukkan tingginya dukungan terhadap hasil kongres. Warga menyampaikan harapan agar pemerintah daerah hingga pusat mengakui hasil kongres ini dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat yang telah dirumuskan. Bagi masyarakat adat, kongres ini bukan sekadar pertemuan formal, melainkan bentuk aktualisasi semangat kolektif dalam menjaga kearifan lokal di tengah gempuran modernisasi. Banyak peserta berharap hasil kongres ini dapat menjadi dasar pengakuan hukum formal dari pemerintah, baik di tingkat kota, provinsi, maupun nasional.
Kongres Masyarakat Adat Kemukiman Binanga menjadi momentum penting bagi masyarakat adat di Subulussalam untuk menunjukkan bahwa mereka bukanlah kelompok terpinggirkan, tetapi komunitas yang memiliki sistem nilai, struktur sosial, dan kepemimpinan yang kuat. Acara ditutup dengan suasana haru dan bangga, ditandai dengan foto bersama antara para tokoh adat dan jajaran Muspika Kecamatan Runding. Dengan seluruh keputusan yang dihasilkan, kongres ini menjadi tonggak sejarah baru menuju pengakuan formal dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang lebih kuat. Di tengah dinamika zaman, masyarakat adat Binanga telah menunjukkan bahwa mereka mampu berdiri tegak, menjaga warisan leluhur, dan memperjuangkan keadilan sosial berbasis kearifan lokal. //A Tin/red