Subulussalam | Kekecewaan dan kecurigaan menyelimuti warga Subulussalam menyusul lambatnya penanganan kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang terjadi di belakang Terminal Kota Subulussalam lebih dari sebulan lalu. Keempat pelaku yang diduga berinisial R, Pardi, Rendi, dan Andre hingga kini masih bebas berkeliaran, meskipun laporan polisi telah diajukan ke Polsek Simpang Kiri.
Keluarga korban merasa proses penyidikan berjalan sangat lambat dan mencurigai adanya intervensi dari pihak tertentu yang melindungi para pelaku. Korban, M. Farizi, yang awalnya tidak mengenal para pelaku, kini telah mengidentifikasi mereka.
“Saat itu saya terluka parah dan butuh perawatan. Sekarang saya sudah tahu siapa saja yang memukuli saya. Mereka masih sering terlihat di terminal dan pajak,” ujar Farizi.
Orang tua korban meluapkan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus ini.
“Saksi sudah diperiksa, visum sudah diserahkan, tapi pelaku belum juga ditangkap. Rasanya laporan kami diabaikan,” katanya dengan nada getir. Korban mengalami luka-luka serius akibat aksi brutal tersebut. Setelah orang tua korban mendesak hasil perkembangan penyelidikan, Polsek Simpang Kiri akhirnya menyerahkan hasil penelitian dari laporan tertanggal 17 Maret 2025.
Kapolsek Simpang Kiri, AKP Evizarrianto, S.AB., membenarkan bahwa pihaknya tengah mempelajari kasus ini dan meminta keluarga korban bersabar. Ia berjanji akan menuntaskan kasus tersebut dan mempertimbangkan mediasi. Namun, janji tersebut dinilai kurang meyakinkan keluarga korban yang mendesak Polres Subulussalam untuk turun tangan dan mengawasi proses penyidikan.
Lambatnya penanganan kasus ini menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya di sekitar Terminal dan Pajak Subulussalam. Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di kota tersebut diuji. Publik menuntut keadilan bagi korban dan berharap pihak berwajib segera menangkap para pelaku serta mengungkap aktor di balik kasus premanisme ini.
Regulasi yang Berlaku dalam Kasus Ini
Kasus ini seharusnya ditindak tegas sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Beberapa regulasi yang relevan di antaranya:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 351 KUHP: Penganiayaan diancam dengan pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan. Jika mengakibatkan luka berat, hukuman dapat meningkat hingga 5 tahun.
Pasal 170 KUHP: Pengeroyokan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dapat dihukum hingga 5 tahun 6 bulan, atau 9 tahun jika mengakibatkan luka berat.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 13 menegaskan bahwa kepolisian bertugas menegakkan hukum serta melindungi masyarakat. Dalam kasus ini, polisi diharapkan bertindak cepat untuk menangkap pelaku dan mencegah keresahan lebih lanjut.
3. Instruksi Kapolri No. 1 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Premanisme dan Kejahatan Jalanan
Kepolisian diinstruksikan untuk menindak tegas segala bentuk premanisme dan kejahatan jalanan, termasuk yang terjadi di area publik seperti terminal dan pasar.
Lambatnya penyelesaian kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap efektivitas aparat kepolisian di Subulussalam. Jika kasus ini tidak segera diusut tuntas, masyarakat dapat mengajukan pengaduan ke Propam Polri atau Kompolnas untuk memastikan tidak ada intervensi yang menghambat penegakan hukum.
Tuntutan keadilan dan transparansi dalam proses hukum kini menjadi sorotan utama. Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Subulussalam pun berada di ujung tanduk.
// Tim Investigasi