Jakarta – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menilai kondisi Aceh saat ini jauh lebih aman dibanding masa konflik. JK menyebut, jika dulu suasana mencekam membuat toko-toko tutup sejak sore, kini masyarakat bisa menikmati kopi hingga larut malam.
“Kita mengerti waktu konflik, waktu itu sudah berjalan 30 tahun, korban begitu banyak, keadaan di Aceh mencekam. Kalau sekarang Bapak datang ke Aceh tentu sampai tengah malam bisa. Minum kopi zaman dulu itu jam 6 sore semua sudah tutup toko,” kata JK dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Legislasi DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (11/9/2025).
JK menceritakan, saat dirinya bersama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat, keduanya berupaya mengakhiri konflik di Aceh. Menurutnya, akar masalah konflik bukan syariat melainkan ketidakadilan ekonomi.
“Saya juga ingin menyampaikan bahwa 15 konflik terbesar di Indonesia mulai dari Madiun MS, DI/TII, Poso, Ambon, Aceh, Papua, Kalimantan, ada 15 konflik yang korbannya lebih dari 1.000 orang. Dari 15 itu, 10 disebabkan ketidakadilan,” jelas JK.
JK menuturkan, ketimpangan pengelolaan sumber daya alam menjadi pemicu konflik panjang di Aceh. Meski kaya gas dan minyak, manfaat yang diterima rakyat Aceh sangat kecil.
“Apa masalahnya? Aceh sangat kaya dengan sumber alam, gas minyak pada waktu itu. Tapi apa yang diperoleh masyarakat Aceh kecil dibandingkan kekayaan yang ada. Maka terjadilah suatu pikiran yang berakhir dengan konflik negara,” ujarnya.
Adapun Revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) kini sudah masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) DPR. Salah satu isu yang dibahas adalah masa berlaku Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang berakhir pada 2027. (*)