Meulaboh, 23 Juni 2025 — Keputusan Presiden Republik Indonesia untuk mengembalikan empat pulau yang sempat dialihkan ke Sumatera Utara kembali ke wilayah administratif Aceh tentu melegakan banyak pihak. Namun di balik kabar “damai” itu, Aliansi Gerakan Aceh Menggugat (GAM) menegaskan bahwa masalah belum selesai. Sahirman, Ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Teuku Umar (FEB UTU), yang tergabung dalam aliansi tersebut, menyatakan bahwa Mendagri Tito Karnavian dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Safrizal ZA tetap harus bertanggung jawab.
“Empat pulau dikembalikan, tapi luka di masyarakat Aceh tetap terbuka. Kita tidak butuh permintaan maaf, kita butuh ketegasan negara bahwa menteri yang sembrono harus dicopot. Tito Karnavian tidak layak lagi menjabat Mendagri,” tegas Sahirman dalam orasinya, Senin (23/6).
Menurutnya, tindakan Tito yang secara administratif memindahkan wilayah tanpa partisipasi publik dan tanpa transparansi adalah bentuk pelecehan terhadap semangat otonomi dan keistimewaan Aceh. Ia menyebut Tito sebagai aktor utama di balik kegaduhan, konflik sosial, dan polarisasi antarprovinsi yang tidak perlu.
“Ini bukan soal administrasi biasa. Ini soal harga diri. Soal bagaimana pemerintah pusat memperlakukan Aceh seperti anak bawang. Tito telah gagal menjaga persatuan, justru menebar percikan api perpecahan. Maka atas dasar itu, Mendagri dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan layak dicopot… Sepakat, kawan-kawan…!” tegasnya.
Sahirman menambahkan bahwa meskipun Presiden sudah mengembalikan keputusan, bukan berarti semuanya bisa dibiarkan begitu saja. Menurutnya, tidak ada jaminan hal serupa tidak akan terulang di masa depan jika pejabat sekelas menteri bisa semena-mena tanpa sanksi.
“Kalau hari ini Tito dibiarkan, maka besok wilayah lain bisa bernasib sama. Negara harus beri contoh bahwa siapa pun yang bermain-main dengan kedaulatan rakyat harus diberi konsekuensi,” ucapnya tegas dalam orasi aksi tersebut.
Ia menyerukan kepada seluruh mahasiswa Aceh dan nasional untuk terus mengawasi jalannya pemerintahan. Pemulihan nama Aceh tidak cukup hanya dengan keputusan administratif, harus ada sikap politik yang jelas dan berani dari Presiden.
“Copot dua pejabat ini sekarang juga, atau ke depan akan sangat banyak daerah yang akan mengalami hal serupa karena tidak ada konsekuensi yang tegas,” tutupnya. (*)