Empat Pulau Resmi Kembali ke Aceh, Forum Aceh Bersatu Tegaskan Peran Kunci Dr. Safrizal ZA
JAKARTA –Pemerintah Pusat akhirnya mengambil keputusan strategis dan bersejarah terkait status empat pulau yang selama ini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi menetapkan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek merupakan bagian sah dari wilayah administratif Provinsi Aceh.
Keputusan ini disampaikan dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (17/6), yang turut dihadiri oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Penetapan tersebut langsung disambut dengan rasa syukur dan haru oleh masyarakat Aceh, mengingat polemik soal keempat pulau tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun dan sempat menjadi isu sensitif di berbagai kalangan.
Namun di tengah euforia kemenangan tersebut, Forum Aceh Bersatu (FAB) melalui ketuanya, Saiful Mulki, menyoroti adanya framing negatif terhadap salah satu tokoh penting di balik penyelesaian kasus ini, yakni Dr. Safrizal ZA, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri.
“Pak Safrizal itu bukan hanya pejabat pusat, beliau juga putra Aceh. Beliau bekerja berdasarkan data, fakta, dan integritas. Sangat disayangkan jika ada pihak yang justru memojokkan beliau, padahal dokumen-dokumen penting yang menjadi dasar keputusan Presiden adalah hasil kerja tim yang dipimpinnya,” ujar Saiful.
Senada dengan itu, tokoh masyarakat Aceh, Muksamina Spd.i juga menegaskan bahwa polemik ini telah berlangsung jauh sebelum Dr. Safrizal menjabat sebagai Dirjen Bina Adwil. Oleh karena itu, menurutnya tidak adil jika semua beban kesalahan diarahkan kepada beliau.
“Beliau bekerja on the track, sesuai prosedur dan tugas negara. Tanpa kerja birokrasi yang rapi, hasil besar ini tidak mungkin tercapai. Mari kita objektif dan adil dalam menilai,” ungkap muksal.
Lebih lanjut, Muksalmina menjelaskan bahwa Surat Kesepakatan Tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara menjadi dokumen krusial yang ikut menentukan keputusan Presiden. Dokumen tersebut berhasil ditelusuri dan dikaji ulang oleh tim Kemendagri di bawah koordinasi langsung Dr. Safrizal ZA.
“Tanpa dokumen itu, bisa jadi keputusan Presiden akan tertunda. Ini menunjukkan kontribusi nyata yang seharusnya diapresiasi, bukan dimusuhi,” tambahnya.
Saiful Mulki juga mengajak masyarakat Aceh untuk tidak larut dalam narasi saling menyalahkan dan menyerang tokoh yang telah berjasa. Ia mengingatkan bahwa kemenangan ini adalah kemenangan kolektif rakyat Aceh, dari berbagai elemen pemerintah, parlemen, ulama, akademisi, mahasiswa, hingga tokoh adat dan masyarakat sipil.
“Alhamdulillah, pulau-pulau itu kini resmi kembali ke pangkuan Aceh. Ini bukan saatnya untuk mencaci, tapi momen untuk bersatu. Mari kita rawat semangat ini dengan kebesaran jiwa dan kerja sama sebagai aneuk nanggroe yang mencintai tanah kelahirannya,” Muksalmina Spd.i
Dengan berakhirnya polemik ini, kini tugas besar selanjutnya adalah memastikan tata kelola, keamanan, dan pengelolaan sumber daya di keempat pulau tersebut berjalan sesuai aturan dan aspirasi rakyat Aceh