JAKARTA | Perkara korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 menjadi trending topik dalam pemberitaan media belakangan ini. Kerugian negara atas pidana korupsi ini fantastis, Rp. 8 T.
Ada nama-nama beken yang terseret dalam pusaran perkara korupsi ini, diantaranya Johnny G Plate selaku Menteri Komunikasi dan Komunikasi. Kejaksaan Agung telah menetapkannya sebagai tersangka. Kemudian ada nama Dito Ariotedjo, Menteri Pemuda dan Olahraga. Total sebanyak 13 (tiga belas) orang ditetapkan sebagai tersangka korupsi perkara ini.
Proses hukum penanganan perkara ini telah dilimpahkan ke pengadilan. Persidangan atas perkara ini telah di gelar dan terbuka untuk umum. Banyak informasi yang mengejutkan publik dalam fakta-fakta persidangan perkara ini. Mulai penyebutan sosok seseorang oknum makelar kasus, peran banyak pihak dalam proses lelangnya, hingga beragamnya setoran uang yang di setorkan dalam pengurusan proyek hingga pengurusan perkara ini.
Termasuk dengan uang Rp.27 M, yang hingga kini belum tuntas pemberi dan penerima uang ini dan untuk kapasistas apa uang sebesar itu beredar dalam pusaran korupsi ini. Perdebatan diantara para pihak terdakwa, saksi dan penyidik meramaikan persidangan perkara ini, termasuk soal klaim maupun bantahan.
Kemarin, Jumat 13 Oktober 2023, Kejagung menetapkan Edward Huatahaean sebagai tersangka baru dalam perkara ini. Dia adalah tersangka ke 13 atas perkara korupsi proyek BTS Kominfo tersebut. Nama Edward Hutahean kerap disebut beberapa terdakwa maupun saksi dalam beberapa kali persidangan perkara korupsi ini.
Edward Hutahaean dalam fakta persidangan yang disiarkan sejumlah media dalam pemberitaannya, adalah pihak yang mengaku mampu mengurus penanganan perkara korupsi ini. Edward sebagai makelar kasus. Terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang mengaku diminta uang USD 2 juta oleh makelar kasus untuk pengamanan kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G pada Bakti Kominfo.
Edward diduga menerima uang sebesar Rp 15 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. “Bersangkutan disangka pemufakatan jahat penyuapan. Apa itu pemufakatan jahat? Pemufakatan jahat itu kesepakatan untuk melakukan kejahatan. Di dalam Undang-Undang Korupsi, pemufakatan tersebut dinyatakan delik selesai. Jadi, tidak harus uang tersebut sampai ke pihak ingin dia suap,” ujar Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kuntadi pada konferensi persnya.
Kejaksaan Agung menilai, apapun yang disampaikan dalam persidangan harus dicermati, termasuk bantahan-bantahan dari para saksi. “Apapun yang disampaikan di pengadilan kita cermati, kita tidak bisa memaksakan seseorang memberikan keterangan sesuai dengan keinginan kita dan fakta kita,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana melansir pemberitaan sejumlah media.
Ketut Sumedana menjelaskan, tidak ada larangan bagi para saksi untuk membantah, karena bisa saja bantahan yang disampaikan justru membuka fakta dan bukti berikutnya. “Membantah kebenaran nanti yang akan membuktikan berikutnya. Membantah sah-sah aja orang itu membantah, nanti kebenaran itu yang akan alat bukti lain yang bisa mengungkap semuanya,” katanya.
“Kita lihat nanti perkembangannya, ini masih berkembang, penyidikan tiga perkara BTS ini masih sedang berlangsung, dua perkara bentar lagi kita lakukan pelimpahan, dan 4 perkara masih berjalan diproses persidangan. Jadi secara simultan kita akan pelajari semuanya,” tutupnya. (FS)