ACEH TENGAH | Sistem pendidikan dan akreditasi universitas di Turki secara administrasi bisa dikatakan 100 % sama dengan negara Eropa lainnya. Lama studi juga sama seperti universitas yang ada di Indonesia. “Terdapat dua jalur untuk seleksi masuk ke universitas di Turki, jalur seleksi berkas menggunakan nilai ijazah dan jalur tes tulis yang dinamakan YOS. Sebagian besar perkuliahan dilaksanakan dalam bahasa Turki. Bagi mahasiswa asing di Turki, wajib mengikuti Tomer atau kursus bahasa Turki sebelum masuk perkuliahan, pada tahun pertama perkuliahan,” kata Asifa Pinta Tiara, mahasiswi Perdangangan Internasional dan Logistik Kahramanmaraş Sütçü İmam Univesitesi, narasumber Bincang “S-1 Biaya Mandiri ke Turki” World Gayonese Community, yang digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting, Selasa sore, pukul 16:00-17:30 WIB (7/5/2024).
Dilanjutkan alumnus SMA Negeri 8 Takengon yang di Turki kuliah sambil kerja menjaga toko tersebut, biaya kuliah di Turki terbilang sangat murah dibandingkan di Indonesia dan negara tetangga lainnya (ASEAN). “Sebulan, 1 juta sampai 3 juta, sudah termasuk biaya apartemen, makan, dan biaya hidup lainnya, tergantung kota dan kebutuhan masing-masing. SPP per semester, 3 juta. 1 tahun 6 juta. Transportasi di Türkiye sekali nge-tap kartu sekitar 6₺ lira atau sekitar Rp. 3.000 rupiah untuk mahasiswa, untuk umum sekitar 15₺ lira atau Rp. 7.500 rupiah. Transportasi ada berupa Bis, Trambway, dan Metro. Setiap kota memiliki transportasi yang berbeda dan biaya yang berbeda juga, tergantung kota besar atau kota kecil,” tuturnya.
Yang mesti disiapkan masuk perguruan tinggi negeri (PTN) di Turki, sambung alumnus SMP Negeri 10 Takengon yang bercita-cita jadi pengusaha itu, terutama mental, memperbaiki niat, dan membulatkan tekad. “Jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, minta izin dan doa kedua orang tua. Sementara, persyarataan yang harus disiapkan, di antaranya ijazah atau surat keterangan lulus, foto biometrik, transkip nilai dengan minimal nilai 7, paspor, dan terjemahan nilai ijazah oleh penerjemah tersumpah ke bahasa Türkiye/Inggris,” sebutnya.
Turki memiliki lingkungan yang ramah dan aman, terutama bagi mahasiswa asing. “Sebagai negara multikultural, masyarakat Turki terbuka kepada mahasiswa internasional dari berbagai negara. Jika ada kesulitan, penduduk setempat siap membantu. Apalagi, tinggal di area sekitar universitas, betul-betul mencerminkan kawasan yang ramah mahasiswa. Banyak tersedia restoran, kafe, dan perpustakaan yang nyaman untuk belajar. Belum lagi, deretan komunitas sosial, acara budaya, dan tim olahraga sebagai sarana sosialisasi sekaligus penyaluran hobi,” kata alumnus SD Swasta Budi Darma Takengon yang saat sekolah juga aktif di Sanggar Renggali Takengon.
Dilanjutkan Asifa Pinta Tiara yang juga aktif berorganisasi dan sebagai relawan, setiap kota di Turki memiliki kelebihan dan keunikannya masing-masing serta memiliki pesona keindahan alam tersendiri. “Sepeti di kota di tempat saya kuliah sekaligus tinggal, Kahramanmaraş, terkenal dengan kota dondurma (kota es kirim). Kualitas pendidikan Turki juga setara dengan negara Eropa lainnya. Juga, memiliki kekayaan sejarah bangsa/peradaban besar, budaya yang luar biasa, dan seni yang menarik,” tutupnya.
Selain Asifa Pinta Tiara, kegiatan bincang “S-1 Biaya Mandiri ke Turki” juga dinarasumberi Alfi Syahrin, mahasiswa Gastronomi Anadolu Univertesi dan dimoderatori Yusradi Usman al-Gayoni (inisiator World Gayonese Community/Diaspora Indonesia-Inggris) yang saat ini tinggal di London. Bincang “Kuliah Biaya Mandiri ke Turki” World Gayonese Community bertujuan untuk memberikan informasi kepada pelajar SMA/MA/SMK Gayo-Alas yang ada di Indonesia, khususnya di Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah, yang akan melanjutkan kuliah di dalam dan di luar negeri, khususnya ke Turki. (RED)