JAKARTA | Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menyoroti kondisi Aceh yang masih menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatra meskipun telah menerima dana otonomi khusus (otsus) hingga Rp100 triliun sejak tahun 2008.
Menurut JK, persoalan itu erat kaitannya dengan tata kelola pemerintahan di Aceh. Ia mempertanyakan bagaimana cara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh menggunakan dana besar yang selama ini disalurkan pemerintah pusat.
“Kenapa Aceh selama ini, apakah belum maju? Sebenarnya sangat tergantung kepada tata kelola pemerintahan. Dana [otsus] Rp100 triliun itu diapain contohnya?” kata JK saat hadir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) RUU Pemerintahan Aceh di Badan Legislasi DPR, Kamis (11/9/2025).
JK mengakui Aceh telah mengalami perubahan setelah era konflik berakhir pada 2005. Namun, ia menegaskan jika dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra, posisi Aceh masih tertinggal dalam hal ekonomi.
“Sudah [ada] perubahan, tetapi perbandingan dengan provinsi lain selalu dalam statistik bahwa Aceh disebut masih [menjadi] daerah termiskin di Sumatra,” ujarnya.
JK menekankan tata kelola pemerintahan yang baik menjadi kunci kemajuan Aceh. Ia mencontohkan lemahnya tata kelola terlihat ketika Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan 2017-2020, Irwandi Yusuf, tersandung kasus korupsi hingga ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi yang penting di Aceh itu pengelolaan governance daripada pemerintah. Itu contohnya Pak Gubernur Aceh yang pertama itu masuk KPK juga. Berarti ada sesuatu yang harus diperbaiki,” tegasnya.
Untuk mempercepat ketertinggalan ekonomi Aceh, JK menyarankan agar dana otsus yang seharusnya berakhir pada 2027 diperpanjang sekitar lima tahun lagi. Menurutnya, tambahan waktu itu penting agar kesejahteraan masyarakat Aceh bisa setara dengan daerah lain.
“Karena ekonomi Aceh termasuk yang tertinggal dibanding Sumatra, maka wajar juga bahwa dana otsus itu dapat ditambah katakan 5 tahun atau berapa tahun lagi supaya betul-betul terjamin bahwa kehidupan rakyat Aceh itu dapat setara dengan kehidupan di tempat lain,” kata mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
JK menegaskan, keberadaan dana otsus merupakan salah satu poin utama yang disepakati dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki 2005. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menjadi dasar lahirnya otonomi khusus di provinsi itu. (*)