Jakarta — Suasana di halaman depan Kantor Perwakilan dan Mess Gayo Lues Jakarta belakangan menjadi perhatian serius. Seorang perempuan bernama Ratna Aceh bersama rekannya diduga telah membuka lapak berjualan secara ilegal tepat di depan area kantor yang seharusnya menjadi ruang representatif Pemerintah Kabupaten Gayo Lues di ibu kota. Aktivitas tersebut dinilai tidak hanya melanggar etika, tetapi juga mengganggu kebersihan lingkungan serta merusak citra kelembagaan daerah.
Kondisi itu tidak berlangsung sehari dua hari. Sejumlah tokoh masyarakat dan pengelola Mess Gayo Lues telah lama memperhatikan situasi ini. Lapak yang dibuka Ratna Aceh dianggap tidak mencerminkan tata ruang yang pantas untuk sebuah kantor perwakilan resmi daerah. Keberadaannya bahkan menciptakan kesan kumuh dan mengganggu kenyamanan warga sekitar serta tamu-tamu yang datang dari luar daerah.
Ketua Mess Gayo Lues Jakarta, Tengku Samsir Ali M. Pang Rayang, menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan permasalahan ini kepada Bupati Gayo Lues, Sekretaris Daerah, dan beberapa pejabat terkait. Laporan itu tidak hanya mencakup soal pelanggaran ruang, tetapi juga menyentuh pada aspek keselamatan. Pasalnya, menurut pengakuan sejumlah pihak, Ratna Aceh diduga juga melakukan penyambungan listrik secara ilegal dari instalasi kantor perwakilan.
“Ini sudah sangat memprihatinkan. Tidak hanya soal kebersihan dan etika, tapi sudah masuk pada ranah potensi bahaya serius. Penyambungan listrik liar itu bisa menyebabkan korsleting dan memicu kebakaran. Ini bukan sekadar masalah internal, tapi menyangkut keselamatan jiwa,” ujar Tengku Samsir Ali M. Pang Rayang, saat ditemui di Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Ia menegaskan, sebelum terjadi insiden yang tidak diinginkan, aktivitas tersebut harus segera dihentikan. Tengku Samsir juga mengingatkan bahwa halaman kantor perwakilan bukan ruang publik yang bisa digunakan semaunya, terlebih tanpa izin dan pengawasan. Apalagi lokasi tersebut merupakan aset resmi Pemerintah Kabupaten Gayo Lues di Jakarta yang dibangun dari anggaran negara.
“Kami sudah berikan peringatan. Tapi sejauh ini tidak diindahkan. Jika kondisi ini dibiarkan, apa yang akan dilihat orang ketika datang ke kantor kita? Kesan pertama yang muncul bukan kantor perwakilan daerah, tapi lapak kaki lima. Ini jelas mencoreng wibawa,” tegasnya.
Menurutnya, jika tidak ada langkah cepat dari pemerintah daerah, maka Ketua Mess Gayo Lues Jakarta akan mengambil tindakan tegas berdasarkan kewenangan yang ada. Ia menyebut bahwa ketertiban dan citra daerah harus dijaga bersama, bukan dikorbankan oleh kepentingan oknum tertentu.
Sejumlah tokoh masyarakat Gayo Lues di Jakarta juga mendukung langkah ini. Mereka menilai keberadaan lapak tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menciptakan iklim yang tidak sehat bagi sesama warga diaspora Gayo Lues di ibu kota. Kantor perwakilan, kata mereka, seharusnya menjadi ruang pelayanan, pertemuan, serta representasi pemerintah daerah, bukan tempat usaha pribadi tanpa legalitas.
“Bayangkan tamu dari kementerian datang, atau pejabat pusat ingin berkunjung, lalu disambut pemandangan orang jualan di depan pintu masuk. Di mana letak kehormatan institusi kita?” ujar salah satu tokoh diaspora yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Lebih jauh, mereka juga mengkritik lemahnya pengawasan dari pihak yang ditunjuk oleh Pemkab Gayo Lues untuk mengelola aset di Jakarta. Kejadian seperti ini, menurut mereka, seharusnya tidak perlu terjadi jika ada mekanisme pengawasan dan penertiban yang berjalan efektif.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Ratna Aceh maupun klarifikasi dari instansi teknis Pemerintah Kabupaten Gayo Lues. Namun tekanan dari berbagai pihak semakin menguat agar aktivitas yang dinilai ilegal ini segera dihentikan sebelum menimbulkan dampak sosial dan hukum yang lebih besar.
Tengku Samsir Ali M. Pang Rayang menutup pernyataannya dengan satu pesan singkat namun tegas: “Siapapun dia, harus patuh pada aturan. Kantor perwakilan ini bukan milik pribadi. Ini wajah daerah. Kita semua bertanggung jawab menjaganya. (Red)