SEPANAS apapun hati, kepala kita harus tetap dingin. Perjalanan masih panjang. Hidup dan berkehidupan bukan sekadar urusan pemilihan kepala daerah. Masih banyak hal penting lain yang kita dibutuhkan dan dalam dijelaskan dalam silaturrahmi.
Di negeri kita, pemilihan umum, atau pemilihan kepala daerah merupakan pesta demokrasi. Namanya juga pesta, suasana hati harus tetap bahagia. Nolkan kemarahan, nolkan kebencian dan bangun kasih sayang dalam bentuk bagi-bagi rezeki kepada konstituen.
Yang ingin saya bicarakan hari ini adalah tentang Pilkada Aceh Tengah dan Alhudri, salah satu calon kepala daerah yang mundur dari kontestasi. Kemuduran Alhudri ini dipelintir segelintir orang dengan menyebut Alhudri berbohong.
Karena itulah kita perlu menjaga suasana hati. Karena saat marah, kita cenderung ceroboh dan kehilangan rasionalitas. Kami menilai tudingan terhadap Alhudri itu berlebihan. Dalam pesta, sekali lagi, seharusnya tidak ada amarah.
Banyak pemimpin partai politik pengusung Alhudri yang menanggapi peristiwa dalam sepekan ini dengan kemarahan. Mereka berujar kasar seolah-olah pengunduran Alhudri dari pilkada adalah kiamat.
Padahal para petinggi partai politik kudu menenangkan hati konstituen dan menghormati hak konstitusi kandidat. Termasuk saat dia memilih mundur. Lagi pula apa yang disampaikan tidak seperti kenyataan.
Beberapa hari sebelum pendaftaran calon kepala daerah di KIP Aceh Tengah, Alhudri menyatakan akan mundur. Pernyataan penting ini disampaikan langsung kepada pengurus partai pengusung.
Lantas tercapailah kesepakatan bahwa Alhudri menjalani proses sampai ke tahap pendaftaran. Setelah itu, semua pihak yang terlibat dalam pembicaraan memikirkan bersama calon pengganti Alhudri.
Alhudri sendiri mengambil keputusan mundur dengan mempertimbangkan kepentingan negara yang lebih besar. Sebagai wujud “ Hubbul wathon minal iman-cinta tanah air bagian dari iman.” Dan itu sudah didiskusikan dengan partai pengusung.
Semua syarat pendaftaran dan kewajiban Alhudri sebagai calon itu dia penuhi. Termasuk “tidak ada makan siang yang gratis”. Semua telah dituntaskan dan masing-masing pihak, entah itu Alhudri atau pengurus partai politik pengusung, telah rida.
Bagi Alhudri, mundur dari pencalonan adalah pilihan yang sulit. Sebagai catatan, dalam survei terakhir, dia memulai Pilkada Aceh Tengah dari angka 40 persen. Ini artinya, kemungkinan Alhudri memenangkan Pilkada Aceh Tengah sangat besar, jauh melampaui kandidat lain.
Jika Pilkada Aceh Tengah hanyalah pesta, Alhudri dapat dipastikan melenggang ke kursi bupati. Kandidat terdekat bahkan tak sampai setengah tingkat keterpilihan Alhudri. Jadi, mundur dari pencalonan ada pengorbanan besar bagi Alhudri. Kalau begitu ceritanya, apa pentingnya Alhudri berbohong?
(Mendale, September 3, 2024)