Jakarta–Jalaluddin sebagai ketua Forum Jurnalis Peduli Keadilan (FJPK) berkeyakinan bahwa salinan putusan harus ditandatangani hakim.
“Dokter Tunggul P. Sihombing, MHA sangat kuat diduga dikorbankan maka adanya salinan putusan yang tidak ditandatangani hakim menjadi sebuah kejanggalan, ” jelasnya kepada awak media di Jakarta, Minggu (6/8/2023)
Berikut catatan langsung dari korban:
Rujukan Dan Dasar Hukum
1. Amanat Pasal 200 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, Menyatakan: “Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan”
2. Amanat Pasal 50 Ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakimanm Menyatakan: “Tiap Putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.
3. Amanat Pasal 197 Ayat (1) Butir a S/D I Juncto Ayat (2), Menyatakan: Surat putusan pemidanaan memuat LENGKAP Berbagai Hal Berkaitan Denfan Aspek Legal (Administrasi). TIDAK dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Temuan Fakta Kesalahan Nyata Yang Ada
Berdasarkan Temuan Fakta, Salinan Putusan Khususnya Lagi, Dasar untuk Melaksanakan Eksekusi Tidak Ditanda Tangani Majelis Hakim Dan Panitera Pengganti. Termasuk Salunan Putusan Peninjauan Kembali, Upaya Hukum Luar Biasa Sebagai Benteng Terakhir Proses Hukum Untuk Menegakkan Kebenaran Dan Keadilan, Setelah Ditunggu Lebih Dari 5 Tahun Belum Diberikan Atau Belum Diterima, Akhirnya Salinan Putusan Yang Ada Juga Melanggar UU. Adapun Salinan Putusan Dimaksud, Yaitu:
1.Putusan Kasasi Perkara Tipikor No 53 K/Pid.Sus/2016
2. Putusan Banding Perkara TPPU Nomor 53/PID.SUS-TPK/2016/PT.DKI
3.Putusan Peninjauan Kembali Perkara Tipikor Nomor 22 PK/PID.SUS/2018
“Berpatokan pada hal di atas maka kita berkeyakinan bahwa dr. Tunggul P. Sihombing, MHA harus bebas demi hukum berkeadilan sebab ini adalah amanah undang-undang. ” Pungkasnya
Lipsus: TJ