Main Garap Tanpa HGU, PT ALIS Diduga Langgar Hukum — GerPALA Desak Penegakan Tegas

Redaksi Bara News

- Redaksi

Rabu, 9 Juli 2025 - 18:02 WIB

50507 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ACEH SELATAN | Perizinan perkebunan sawit kembali jadi sorotan tajam di Aceh Selatan. PT Aceh Lestari Indosawita (PT ALIS), sebuah perusahaan sawit yang beroperasi di wilayah ini, diduga telah melanggar ketentuan hukum agraria dengan melakukan penggarapan lahan sebelum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). Perusahaan itu mengklaim sudah memiliki Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) dan izin land clearing (pembersihan lahan), padahal HGU yang menjadi dasar hukum penguasaan lahan belum mereka miliki.

Hal itu disampaikan Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) Fadhli Irman, Rabu 9 Juli 2025 menanggapi pernyataan Dirut PT ALIS, Hendi. Dalam keterangannya kepada media, Hendi secara terbuka menyatakan bahwa PT ALIS telah menggarap 40 hektare lahan dari total 1.367,5 hektare yang mereka rencanakan. Pernyataan ini justru dianggap sebagai bukti terang bahwa perusahaan tersebut beroperasi tanpa dasar hukum yang sah.

Fadhli menyebutkan, pengakuan tersebut bukan sekadar blunder komunikasi, melainkan indikasi serius pelanggaran hukum yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini pembangkangan terhadap sistem hukum negara. Ini kejahatan terstruktur di sektor agraria,” tegasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05 Tahun 2019 yang mengatur tata cara perizinan berusaha sektor pertanian, serta diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015, kepemilikan HGU adalah syarat mutlak sebelum diterbitkannya IUP Budidaya maupun izin pembukaan lahan. Tanpa HGU, kegiatan usaha perkebunan dinyatakan ilegal.

Fadhli mempertanyakan bagaimana mungkin PT ALIS bisa mendapatkan IUP dan izin land clearing jika HGU belum dikantongi. Ia menyebut bahwa izin-izin itu hanya bisa terbit jika ada oknum yang bermain di belakang meja. “Tidak mungkin izin itu terbit dengan prosedur normal. Pertanyaannya: siapa yang menandatangani? Siapa yang menutup mata? Di sini kita melihat ada indikasi permainan kotor yang harus diusut tuntas,” katanya.

Ia juga menyebut bahwa penggarapan lahan tanpa HGU bisa berdampak luas terhadap konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan kerugian negara. Lebih dari itu, tindakan semacam ini berpotensi menyingkirkan masyarakat adat dan petani dari wilayah kelola mereka. “Kalau HGU belum ada, lalu atas dasar apa PT ALIS mengklaim lahan itu? Apakah mereka juga sudah mengantongi izin lingkungan? Di mana AMDAL-nya? Ini semua patut dicurigai dan dipertanyakan,” ujarnya.

GerPALA meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam. Kepolisian, Kejaksaan, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi diminta turun tangan membongkar dugaan permainan perizinan ini. Fadhli meyakini bahwa pengungkapan kasus ini akan menyeret lebih dari sekadar manajemen perusahaan. “Kami yakin ini tidak berdiri sendiri. Ada jaringan yang bermain. Dari pejabat teknis di kabupaten, sampai mungkin aktor politik yang punya kepentingan. Semua harus dibongkar.”

Ia juga mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah membentuk Satgas Garuda untuk menertibkan kebun sawit ilegal di seluruh Indonesia. Maka kasus PT ALIS ini seharusnya jadi prioritas. “Presiden jelas. Tidak ada kompromi dengan perusahaan sawit ilegal. Kalau Satgas Garuda sungguh bekerja, maka ini saatnya mereka turun ke Aceh Selatan,” ujarnya.

GerPALA menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk melayangkan laporan resmi ke Ombudsman, Komnas HAM, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka menilai kasus ini adalah ujian serius bagi integritas penegakan hukum di sektor sumber daya alam. “Kalau negara takut, rakyat tidak. Kalau institusi bungkam, kami akan bersuara. HGU itu harga mati. Tanpa HGU, semua operasi perusahaan itu ilegal. Dan hukum harus tegas: batalkan izinnya, pidanakan pelakunya,” tutup Fadhli. (*)

Berita Terkait

KP2AS Desak Pemkab Aceh Selatan Evaluasi PKKPR PT ALIS
Hadi Surya Minta BKSDA Aceh Turun Lapangan, Area PT ALIS Berbatasan Langsung dengan Suaka Margasatwa Singkil
Bupati H Mirwan MS Tetap Optimis Bangun Aceh Selatan di Tengah Badai Hutang dan Efesiensi Anggaran
Respon Cepat Bupati Diacungi Jempol, GerPALA Minta Evaluasi Distributor Nakal Pupuk Bersubsidi di Aceh Selatan
Bupati H Mirwan MS Tugaskan Plt Sekda Pastikan Stabilitas Harga Pupuk Bersubsidi di Aceh Selatan
Plt Kadisdik Aceh Selatan : Alhamdulillah, Semua Temuan BPK RI Telah Ditindaklanjuti Sesuai Aturan
Sahuti Keluhan Petani, Bupati Aceh Selatan Langsung Tinjau Kekeringan Sawah di Meukek
RSUDYA Tapaktuan Masuk Evaluasi Kemenkes, dr. Erizaldi Pastikan Status Tipe B Masih Berlaku hingga 2026

Berita Terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 09:02 WIB

Bea Cukai Aceh Ungkap 4,5 Ton Narkotika Semester Pertama 2025, Separuh dari Total Nasional

Jumat, 11 Juli 2025 - 20:03 WIB

BenQ dan Datascrip Perkuat Pengadaan Digital Berbasis Produk Lokal di Aceh

Jumat, 11 Juli 2025 - 11:49 WIB

M Hawanis Ketua LSM Rambu Darat Apresiasi Dinas ESDM Aceh, Sumur Minyak Rakyat Menuju Legalitas

Jumat, 11 Juli 2025 - 01:48 WIB

Museum Tsunami Aceh Gelar Pameran Temporer, Ajak Masyarakat Siaga Hadapi Bencana

Rabu, 9 Juli 2025 - 16:22 WIB

Penerimaan Bea Cukai Aceh Semester I 2025 Tembus Rp1,13 Triliun, Naik Dua Kali Lipat

Selasa, 8 Juli 2025 - 10:31 WIB

KKN USM 2025: Dari Pembekalan Menuju Pengabdian Berdampak

Selasa, 8 Juli 2025 - 01:44 WIB

Bea Cukai Aceh Berikan Pembebasan Bea Masuk Lebih dari 1,5 Juta Dolar AS untuk Dukung Investasi Hulu Migas dan Ketahanan Energi Nasional

Minggu, 6 Juli 2025 - 22:46 WIB

Ribuan Warga Terima Sajikan Bubur Kanji Asyura untuk Warga Dari DPW GR Aceh

Berita Terbaru