Oleh: Redaksi Investigasi Bara News
GAYO LUES – Kecaman publik terhadap kerusakan lingkungan di kawasan hutan lindung Tangsaran kembali memuncak. Asap, debu, dan deru alat berat milik PT Gayo Mineral Resource (GMR) telah lama mengguncang ekosistem alam yang menjadi penyangga kehidupan warga. Tapi kali ini, Ketua Komisi I DPRK Gayo Lues, H. Ibnu Hasim, angkat suara dengan nada keras: “Jangan salahkan wakil rakyat. Bongkar siapa yang beri izin!”
Pernyataan ini disampaikan pada Jumat, 25 Juli 2025, sebagai bentuk pelurusan atas tudingan liar yang diarahkan ke DPRK seolah lembaga itu membiarkan atau bahkan membekingi praktik tambang di wilayah hutan lindung. Padahal, menurut Ibnu, fungsi legislatif hanya sebatas pada legislasi, anggaran, dan pengawasan. Bukan pada penerbitan izin usaha pertambangan, apalagi di kawasan hutan lindung.
“Legal atau tidak legal, itu domain eksekutif. Kami bukan tukang teken izin tambang,” tegas Ibnu kepada wartawan, saat dimintai tanggapan atas maraknya keluhan warga terkait aktivitas tambang PT GMR yang berlokasi di sekitar jalur nasional Blangkejeren – Ise-ise.
Ia mengingatkan bahwa proses perizinan eksplorasi maupun eksploitasi berada sepenuhnya dalam kendali pemerintah eksekutif: mulai dari dinas di tingkat kabupaten, provinsi, hingga kementerian pusat. “Kalau tambang itu legal, maka instansi pemerintah yang harus bertanggung jawab atas kerusakan. Kalau tidak legal, maka perusahaan wajib dihentikan. Titik. Dan jika tidak juga berhenti, aparat penegak hukum harus bertindak,” ujarnya.
Sorotan terhadap aktivitas PT GMR bukan hal baru. Warga, aktivis lingkungan, dan sejumlah media sudah lama menyuarakan keprihatinan atas aktivitas alat berat yang melindas kawasan hutan, menggali tanah, dan membuka akses di zona lindung yang semestinya steril dari kegiatan eksploitasi. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan: legal atau ilegal? Sah atau liar?
Ibnu Hasim menilai kondisi ini absurd. “Kalau legal, kenapa tidak transparan ke publik? Kalau ilegal, kenapa dibiarkan? Jangan jadikan DPRK tumbal kebijakan yang kami sendiri tidak tahu proses izinnya seperti apa,” katanya.
Ia bahkan menantang media dan publik untuk bersama-sama menuntut kejelasan dari instansi yang berwenang. “Gali dari sumber yang berwenang! Tanya ke Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan, Dinas Kehutanan. Buka dokumennya! Siapa yang tanda tangan izinnya? Apa statusnya? Jangan biarkan hutan rusak tanpa tanggung jawab,” tegas politisi senior ini.
Dalam pernyataannya, Ibnu juga menegaskan posisi DPRK Gayo Lues yang tetap mendukung pencegahan dan penghentian semua bentuk kerusakan lingkungan, baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal. “Kami dukung penegakan hukum, bahkan kalau perlu usut sampai ke akar. Tapi biarkan kami bekerja sesuai fungsi kami. Jangan pukul rata,” pungkasnya.
Kehadiran tambang di jantung hutan lindung Tangsaran memang telah menjadi luka terbuka. Bukan hanya merusak alam, tapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup pada kelestarian alam.
Kini, publik hanya menuntut satu hal: Buka data! Buka izin! Bongkar siapa di balik tambang!
Dan jangan salahkan dewan, jika ternyata pelindung hutan justru duduk di kursi eksekutif.