KUTACANE, Rabu, 23 Oktober 2025 | Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara melalui Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparpora) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar mampu berkembang secara berkelanjutan dan terlindungi secara hukum. Salah satu bentuk dukungan tersebut diwujudkan melalui fasilitasi pendaftaran merek dagang bagi 100 pelaku UMKM binaan pemerintah daerah.
Langkah ini menurut Kepala Disparpora Aceh Tenggara, Bakri Saputra, merupakan upaya strategis untuk melindungi kekayaan intelektual para pelaku usaha lokal baik dari sisi hukum maupun aspek ekonomi. Ia menyampaikan bahwa pemerintah daerah menyadari pentingnya perlindungan merek sebagai identitas usaha yang memiliki nilai jual, dan jika tidak didaftarkan, berisiko diklaim oleh pihak lain.
Pendaftaran merek ini turut didahului dengan kegiatan sosialisasi dan pendampingan secara daring kepada para pelaku UMKM. Dalam kegiatan tersebut, pemerintah daerah menghadirkan narasumber dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Aceh guna memberikan materi seputar pentingnya perlindungan kekayaan intelektual, utamanya merek sebagai salah satu identitas penting dalam menjalankan usaha.
Bakri menjelaskan bahwa sosialisasi bertujuan agar para pelaku UMKM memahami proses dan manfaat dari pendaftaran merek, serta mampu mengurusnya secara mandiri di kemudian hari. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya penguatan kapasitas pelaku UMKM binaan, dengan harapan ke depan mereka tidak hanya mampu bersaing secara produk, tetapi juga terlindungi secara legal.
Dari sisi lain, Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh juga terus mendorong partisipasi masyarakat dalam mendaftarkan kekayaan intelektual, seiring masih rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnya hak atas karya. Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh, Purwandani H. Pinilihan, mengungkapkan bahwa berbagai bentuk kekayaan intelektual seperti merek dagang, produk seni budaya, hingga inovasi tradisional komunitas memiliki potensi ekonomi yang besar namun kerap belum terproteksi secara hukum.
Ia menegaskan bahwa pendaftaran kekayaan intelektual hendaknya tidak dipandang sebagai beban administratif semata, melainkan sebagai instrumen utama dalam menjaga kepemilikan atas karya dan inovasi. Dalam banyak kasus, ia menyebutkan bahwa karya-karya masyarakat bisa saja ditiru atau bahkan diklaim oleh pihak lain, yang pada akhirnya merugikan penciptanya sendiri.
Menurutnya, melalui pendaftaran yang sah, pelaku usaha dan masyarakat dapat memiliki hak eksklusif atas nama, logo, desain, atau produk yang mereka hasilkan. Tidak hanya memberi perlindungan, kepemilikan merek yang terdaftar juga membuka peluang untuk menjalin kerja sama bisnis yang lebih luas hingga menarik investor, karena dianggap lebih kredibel dan punya nilai hukum.
Fasilitasi yang dilakukan oleh Pemkab Aceh Tenggara ini menjadi bagian dari strategi pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang tidak hanya bertumpu pada dukungan produksi dan pemasaran, tetapi juga pada aspek legalitas usaha. Disparpora menegaskan bahwa program serupa akan terus dilanjutkan dan diperluas, seiring komitmen pemerintah dalam menumbuhkan sektor UMKM sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan memberikan perlindungan hukum atas merek, maka UMKM diharapkan dapat lebih percaya diri dalam bersaing, baik di tingkat lokal, nasional, hingga internasional. Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara mengajak seluruh pelaku usaha untuk tidak menunda proses pendaftaran merek sebagai bentuk investasi jangka panjang bagi usaha mereka sendiri.