Kutacane — Suasana memanas dalam musyawarah desa yang digelar Rabu sore, 22 Oktober 2025, di Desa Kute Makmur, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara. Warga desa secara terbuka menyuarakan tuntutan agar pengelolaan dana ketahanan pangan dan dana Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Mereka juga mempertanyakan indikasi rangkap jabatan yang dilakukan oleh salah satu perangkat desa.
Dalam forum yang dihadiri unsur pimpinan kecamatan, perwakilan TNI/Polri, serta pendamping desa, sejumlah warga mempertanyakan kejelasan penggunaan dana ketahanan pangan sebesar Rp135 juta dan dana BUMK sebesar Rp47 juta. Salah satu tokoh masyarakat, Bambang Sitepu, secara tegas meminta penjelasan terkait pengelolaan dua anggaran tersebut yang menurutnya dilakukan secara tertutup oleh oknum perangkat desa dan pengurus BUMK tanpa melalui proses musyawarah sebagaimana mestinya.
Kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran desa terlihat mulai tergerus, salah satunya juga disebabkan oleh dugaan adanya keputusan sepihak yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa. “Dulu ketika saya tanya soal dana BUMK, jawabnya tidak ada. Tapi sekarang tiba-tiba dibagi-bagi. Ini perlu dijelaskan,” ujar salah satu warga yang hadir.
Kecurigaan warga semakin dalam ketika seorang ibu peserta musyawarah menyinggung soal kemungkinan satu orang memegang dua jabatan sekaligus. Yang dimaksud adalah Ketua BPK Kute Makmur, Robinson Silalahi, yang disebut juga menjabat sebagai Ketua BUMK. Warga mempertanyakan legalitas dan etika rangkap jabatan tersebut dalam konteks pengelolaan keuangan desa yang semestinya diawasi secara kolektif dan partisipatif.
Menanggapi hal itu, Robinson Silalahi menjelaskan bahwa dana ketahanan pangan digunakan untuk kegiatan penggadaian lahan dengan luas 0,25 hektare senilai Rp25 juta selama tiga tahun dengan pemilik atas nama Bapak Tamba. Ia juga menyebutkan bahwa dana yang tersimpan di rekening BUMK di Bank Syariah Indonesia (BSI) berjumlah Rp183 juta.
Namun, jawaban tersebut belum sepenuhnya memuaskan warga. Perdebatan mengenai dasar hukum pemanfaatan dana tanpa musyawarah terus bergulir dalam forum. Babel Sianturi, salah satu warga yang turut hadir, menegaskan bahwa seluruh dana sebaiknya dikembalikan terlebih dahulu sebelum ada musyawarah lanjut mengenai pengelolaannya. Ia juga menyinggung adanya dugaan bahwa dana BUMK selama ini justru dipinjam oleh pengurusnya sendiri.
Setelah melalui diskusi panjang yang berlangsung alot, mayoritas warga bersama jajaran pengurus BUMK dan unsur Muspika Babul Makmur akhirnya sepakat untuk menjadwalkan musyawarah lanjutan yang akan digelar satu minggu kemudian. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis untuk menjamin adanya tanggung jawab berikutnya.
Pantauan wartawan di lokasi mencatat kehadiran sejumlah pejabat dan unsur terkait, di antaranya Pj Kepala Desa Kute Makmur Ronald Sigiro, A.Md; Kasi PMD Kantor Camat Babul Makmur, Handap, S.E; Aipda Amar Nasution mewakili Kapolsek Babul Makmur; Danposramil Pelda R. Sagala, tim pendamping desa dan lokal desa, Bhabinkamtibmas, serta Babinsa. Kehadiran mereka menunjukkan perhatian serius terhadap dinamika yang berkembang di tingkat lokal dan menjadi pengingat pentingnya tata kelola keuangan desa yang partisipatif, transparan, dan akuntabel.