Jakarta — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan kesiapannya menindak tegas praktik mafia dalam perdagangan nasional. Ia bahkan membocorkan akan terjadi penangkapan besar-besaran terhadap pelaku penyelundupan dan praktik under invoicing yang dinilainya merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Pernyataan tersebut disampaikan Purbaya dalam forum publik di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10), dan kembali disampaikan ke media, Selasa (21/10). Ia menegaskan bahwa upaya penegakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk kepada pelaku yang berada di bawah perlindungan tokoh-tokoh berkuasa.
“Yang suka main selundup, saya tangkap. Bentar lagi ada penangkapan besar-besaran. Saya enggak peduli di belakangnya siapa. Di belakang saya ada Presiden, paling tinggi di sini. Pasti beres,” tegas Purbaya.
Menurut dia, praktik penyelundupan saat ini paling banyak terjadi di sektor rokok, tekstil, dan baja. Ketiga sektor ini akan menjadi prioritas pemerintah dalam penindakan. Purbaya menyebut, kegiatan ilegal tersebut telah menimbulkan tekanan terhadap industri dalam negeri dan berkontribusi terhadap bocornya potensi penerimaan negara.
“Rokok, saya akan beresin. Jadi (mulai dari) rokok, abis itu tekstil, habis itu baja, habis itu yang lain. Satu per satu saya akan kejar,” ujarnya.
Under invoicing merupakan bentuk pemalsuan data transaksi impor dengan cara mencantumkan nilai faktur yang lebih rendah dari nilai sebenarnya, untuk menghindari pembayaran bea masuk dan pajak ekspor-impor. Praktik ini merugikan negara sekaligus menimbulkan persaingan tidak sehat dalam sektor perdagangan.
Purbaya menegaskan bahwa upaya penertiban tidak selalu ditujukan pada jajaran Bea dan Cukai. Dalam berbagai kasus, ia mengaku mendapati bahwa aparat di lapangan merasa tertekan oleh “backing” dari kekuatan politik atau ekonomi tertentu.
“Saya panggil orang Bea Cukainya, saya tanya, ‘lo enggak benar’. (dia bilang) ‘Bukan begitu Pak, di belakangnya ada bekingan gede, kami enggak bisa apa-apa’,” tuturnya.
Namun, Purbaya mengimbau agar para pejabat dan pegawai untuk tidak gentar. Dukungan Presiden Prabowo Subianto, menurut dia, menjadi jaminan bahwa institusi teknis bisa menjalankan tugasnya dengan baik tanpa intervensi kepentingan.
“Sekarang sikat aja. Kan Dirjen Bea Cukai saya bintang tiga. Kecuali bintang empatnya yang nyuruh. Kalau bintang empat, kita lapor presiden,” ujarnya.
Purbaya menekankan bahwa tujuan dari langkah-langkah tersebut bukan sekadar menindak, melainkan bagian dari strategi reformasi struktural ekonomi demi meningkatkan kestabilan dan pertumbuhan. Ia optimistis, dengan langkah itu, laju ekonomi Indonesia dapat secara bertahap meningkat.
“Dengan strategi seperti itu, saya yakin pelan-pelan ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Tapi enggak langsung besok 8 persen ya. Tahun depan mungkin bisa mendekati 6 persen atau lebih. Tahun depannya lebih cepat lagi.”
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya juga menyampaikan akan menertibkan berbagai penyimpangan yang terjadi di dalam sistem perpajakan nasional. Ia menegaskan telah mengantongi nama-nama pelaku penyelundupan dan under invoicing, termasuk wajib pajak yang terlibat dalam praktik curang tersebut.
“Yang melakukan under invoicing, yang selama ini nyelundupin, dari tekstil, baja, dan sebagainya, itu kan sudah ada nama-nama pemainnya. Tinggal kita pilih saja siapa yang mau diproses,” ujar Purbaya.
Ia menyebut bahwa pemerintah saat ini tengah menghitung potensi kerugian negara akibat praktik tersebut. Hingga kini, nilai pasti kerugiannya masih dalam tahap estimasi.
“Belum tahu, masih kita hitung,” katanya.
Di sisi lain, Purbaya juga mengkritik sistem pengawasan arus barang yang belum memadai. Ia mengaku belum dapat secara real-time mengawasi lalu lintas barang keluar-masuk karena keterbatasan sistem data pada Lembaga National Single Window (LNSW).
Ia mengatakan seharusnya sistem LNSW yang berada di bawah Kementerian Keuangan bisa berfungsi seperti sistem intelijen IT yang canggih. Sayangnya, hingga kini konektivitas data dari berbagai instansi terkait masih belum terintegrasi secara menyeluruh.
“Saya pikir udah kayak di film-film itu. Saya lihat ujung, langsung ke ujung, langsung saya bandingkan ketahuan semuanya. Ternyata belum terlalu lengkap datanya. Real-nya belum di-link ke LNSW,” ujarnya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (21/10).
Menurut Purbaya, Kementerian Keuangan ke depan akan mempercepat perbaikan sistem tersebut dan melakukan integrasi antara instansi seperti bea cukai, pelabuhan, dan lembaga karantina dalam satu sistem terpadu.
“LNSW itu harus jadi semacam IT intelijen saya. Saya bisa tahu barang masuk apa, barang keluar apa, saya bisa bandingkan semua di satu tempat. Sekarang belum sampai sana.”
Ia menambahkan, sistem integrasi data akan menjadi salah satu alat utama pemerintah untuk mendeteksi penyimpangan secara lebih cepat, termasuk untuk mengatasi praktik under invoicing yang sebelumnya disoroti langsung oleh Presiden dalam beberapa rapat terbatas.
Purbaya mengaku optimistis, dukungan sistem teknologi informasi yang baik akan mendorong kinerja penerimaan negara dari sektor perpajakan dan menutup celah kebocoran anggaran yang selama ini rawan dimanfaatkan oleh segelintir pihak.
“Yang jelas saya akan monitor sistem IT impor ekspor, sehingga kebocoran under invoicing bisa kami tuntun dan tindak lebih cepat,” ujar Purbaya. (*)