Banda Aceh – Di sela kerasnya aktivitas kota, sosok Aminullah Usman berbicara dengan nada tegas namun hangat. Matanya memancarkan keyakinan yang sama seperti ketika ia pertama kali menjabat Wali Kota Banda Aceh. Bagi Aminullah, pembangunan Aceh bukan soal proyek megah atau gedung besar — melainkan tentang warung-warung kecil yang bertahan, pedagang yang tak lagi takut didatangi rentenir, dan ibu rumah tangga yang kini punya usaha sendiri.
“Kita sering bicara tentang investasi besar, tapi lupa investasi yang paling penting: rakyat kecil. Kalau mereka kuat, ekonomi Aceh pasti berdiri tegak,” ujar Aminullah membuka pembicaraan.
UMKM Aceh Masih Tertinggal — Tapi Bisa Bangkit
Menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Aceh tercatat 12,33 persen pada Maret 2025, turun dari 12,64 persen pada September 2024.
Penurunan ini menjadi sinyal positif — namun bagi Aminullah, ini masih langkah awal.
Ia menegaskan bahwa kunci utama mempercepat penurunan kemiskinan adalah fokus pada sektor yang paling dekat dengan masyarakat: UMKM.
“UMKM itu denyut nadi ekonomi rakyat. Kalau pemerintah serius bantu modal, bantu pasar, bantu pelatihan — angka kemiskinan Aceh bisa turun jauh lebih cepat,” katanya penuh keyakinan.
Dari Cengkeraman Rentenir ke Mahirah Muamalah
Saat menjabat Wali Kota Banda Aceh (2017–2022), Aminullah menghadapi kenyataan pahit: ratusan pedagang mikro terjerat utang rentenir.
Solusinya lahir dalam bentuk PT LKMS Mahirah Muamalah, lembaga keuangan mikro syariah pertama milik pemerintah kota — yang memberi modal tanpa riba, dengan sistem pembiayaan adil dan sederhana.
“Kami melawan rentenir bukan dengan marah-marah, tapi dengan solusi. Kami hadirkan Mahirah Muamalah supaya pedagang bisa meminjam dengan tenang dan halal,” kenang Aminullah.
Hasilnya nyata: survei Pemko Banda Aceh (2020) mencatat ketergantungan pedagang terhadap rentenir menurun dari sekitar 6 persen menjadi hanya 2 persen.
Nasabah Mahirah melonjak dari 6.000 menjadi lebih dari 10.000 orang pada akhir 2021, dengan penyaluran pembiayaan miliaran rupiah ke sektor mikro.
Dampaknya terasa — pasar tradisional kembali bergairah, dan ribuan keluarga kecil terbebas dari lilitan utang harian.
Dari 8.000 ke 17.000 UMKM: Banda Aceh Naik Kelas
Di bawah kepemimpinannya, jumlah UMKM di Banda Aceh meningkat pesat — dari sekitar 8.200 unit (2017) menjadi hampir 17.000 unit (2021).
Program pelatihan digitalisasi dan pendampingan usaha mendorong banyak anak muda berani membuka bisnis sendiri.
“Saya senang lihat anak muda Banda Aceh sekarang banyak yang jual produk lokal di marketplace. Dulu mereka bingung cari kerja, sekarang mereka yang menciptakan kerja,” katanya bangga.
Angka kemiskinan kota juga menurun dari 7,44 persen (2017) menjadi 6,95 persen (2022), dan tingkat pengangguran terbuka sempat menyentuh titik rendah 6,89 persen sebelum pandemi.
Semua ini menjadi bukti bahwa strategi ekonomi berbasis rakyat kecil benar-benar efektif.
Prestasi dan Penghargaan: Bukti Pengakuan Nyata
Kinerja Aminullah tidak hanya diakui di dalam negeri.
Ia pernah menerima penghargaan dari Jepang melalui Artline Japan yang menobatkannya sebagai Inspirator Pengembangan UMKM, bekerja sama dengan perusahaan Shachihata Japan.
Selain itu, Banda Aceh di bawah kepemimpinannya meraih Anugerah Meritokrasi 2021 dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) — satu-satunya kota di Aceh yang mendapat penghargaan tersebut.
Deretan prestasi lain juga datang dari bidang literasi, smart city, hingga pelayanan publik.
Semua itu menjadi bukti bahwa pendekatan pembangunan berbasis keumatan dapat menghasilkan kinerja yang diakui secara nasional dan internasional.
Dari MES ke Masyarakat: Amanah yang Terus Hidup
Sebagai mantan Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh, Aminullah tetap konsisten memperjuangkan ekonomi umat. Ia mendorong agar setiap kabupaten/kota memiliki lembaga keuangan mikro syariah seperti Mahirah Muamalah, dan agar UMKM dijadikan tulang punggung ekonomi daerah.
“Kalau Aceh ingin keluar dari kemiskinan, jangan cuma andalkan dana pusat. Kita harus menumbuhkan pengusaha kecil di tiap gampong. Itulah jihad ekonomi yang sesungguhnya,” tegasnya.
Sektor Wisata dan Perbankan: Sinergi untuk Mempercepat Penurunan Kemiskinan
Menurut Aminullah, penguatan UMKM harus berjalan beriringan dengan sektor lain — terutama pariwisata dan perbankan.
Ia menilai, wisata Aceh memiliki potensi luar biasa dan harus dikelola dengan promosi yang berkelanjutan, baik ke tingkat nasional maupun internasional.
Pada masa kepemimpinannya, kunjungan wisatawan ke Banda Aceh meningkat signifikan dan berdampak langsung pada omzet UMKM lokal.
Selain itu, ia juga mengajak dunia perbankan untuk berperan aktif, bukan hanya sebagai penyedia kredit, tetapi juga mitra pembinaan dan pemasaran produk lokal.
“Bank-bank besar harus keluar dari zona aman dan datang ke gampong-gampong. Modal saja tidak cukup jika akses pasar dan pelatihan tak ada. UMKM kita butuh sistem lengkap,” ujarnya.
Bukan Sekadar Program, Tapi Perubahan Cara Pandang
Bagi Aminullah Usman, pengentasan kemiskinan bukan sekadar urusan angka di tabel BPS, melainkan soal perubahan mental dan keberanian rakyat kecil untuk mandiri.
“Saya ingin Aceh jadi daerah yang rakyatnya berani bermimpi. Dari warung kecil, dari usaha rumahan, lahir ekonomi besar. Itu bisa terjadi kalau pemerintahnya mau mendampingi,” tutupnya optimistis.