Warga Desa Pardomuan 2 Tolak Kehadiran Timbangan Sawit di Atas Tanah Wakaf

Redaksi Bara News

- Redaksi

Selasa, 21 Oktober 2025 - 02:11 WIB

50197 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kutacane – Puluhan warga Desa Pardomuan 2, khususnya dari Dusun Lumban Aritonang, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara, melakukan aksi unjuk rasa menolak keberadaan timbangan digital kelapa sawit (RAM) yang berada di atas tanah yang mereka klaim sebagai tanah wakaf. Aksi berlangsung pada Senin, 20 Oktober 2025, dengan pengawalan aparat keamanan dari Polres Aceh Tenggara dan unsur Forkopimcam Babul Makmur.

Dalam aksi tersebut, warga mengenakan ikat kepala merah putih, menyanyikan lagu-lagu perjuangan, serta membentangkan spanduk berisi tuntutan. Massa bergerak melakukan long march menuju lokasi RAM sawit yang berada dekat tanah wakaf yang dimaksud, sambil meneriakkan seruan agar lokasi tersebut segera ditutup dan diberi garis polisi oleh pihak berwenang.

“Kami menolak keras kehadiran RAM sawit di atas tanah wakaf ini. Lokasi ini sudah mengganggu ketenangan masyarakat. Tanah ini untuk masyarakat, bukan untuk usaha pribadi. Tutup aktivitasnya dan lakukan police line,” teriak salah satu orator dalam unjuk rasa tersebut.

Warga mengklaim bahwa tanah yang kini dijadikan lokasi RAM merupakan hibah untuk kepentingan umum, terutama sebagai lahan pemakaman (kuburan umum). Salah satu pemimpin aksi menyampaikan bahwa tanah tersebut pernah tidak ditempati selama puluhan tahun karena wabah penyakit, namun sejarahnya tetap lekat sebagai bagian dari hak kolektif masyarakat.

“Saya sudah 60 tahun hidup di sini. Kampung ini sudah berumur lebih dari 100 tahun. Saya ketua STM di desa ini, dan tidak pernah kami diajak rapat atau diminta persetujuan atas pendirian RAM di lokasi ini,” ujar Bapak Simorangkir, salah seorang tokoh masyarakat yang turut berorasi dalam aksi damai tersebut.

Menanggapi aksi tersebut, Camat Babul Makmur Ismaidi, S.T., yang hadir di lokasi, meminta masyarakat untuk menahan diri dan bersedia menempuh jalur mediasi terlebih dahulu. Ia menyatakan, persoalan tersebut akan dikaji bersama pihak terkait di Kantor Kecamatan dalam waktu dekat.

“Demo adalah hal wajar dalam menyampaikan aspirasi. Namun kita belum mengetahui secara pasti duduk perkara dari pelapor dan terlapor. Maka langkah pertama adalah kita mediasi secara terbuka,” kata Camat.

Senada dengan itu, Kapolsek Babul Makmur Iptu Sukardi menegaskan bahwa tindakan hukum seperti pemasangan garis polisi (police line) tidak dapat dilakukan sembarangan dan harus mengikuti proses hukum yang berlaku. “Ada prosedur yang harus dilalui. Tidak bisa sembarangan,” ujarnya tegas.

Setelah mendengar penjelasan para pejabat lokal, massa kemudian membubarkan diri secara tertib, meskipun mereka menegaskan akan terus mengawal proses mediasi hingga tuntas.

Dalam perbincangan terpisah, Kepala Desa Pardomuan 2, Mangantar Simare-mare, menjelaskan bahwa status tanah yang disengketakan semestinya sudah jelas. Ia menyebut ada dokumen yang menunjukkan keberadaan tanah wakaf dari marga Pandiangan dan juga tanah yang diperuntukkan untuk gereja.

Sementara itu, pantauan wartawan di lapangan melaporkan bahwa proses mediasi dijadwalkan akan dilaksanakan pada Kamis, 23 Oktober 2025. Mediasi akan melibatkan unsur pemerintah kecamatan, Polsek, TNI, dan perwakilan masyarakat setempat.

Aksi ini juga turut dihadiri oleh Kabag Ops Polres Aceh Tenggara AKP Irwansyah, Kasi Humas Polres AKP J. Silalahi, serta Danposramil Babul Makmur Pelda TNI R. Sagala. Keberadaan para pejabat tersebut guna mengamankan jalannya aksi dan memastikan kondisi tetap kondusif.

Desa Pardomuan 2 sendiri dikenal sebagai wilayah yang kerap menghadapi berbagai persoalan sosial dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, warga desa sempat terlibat konflik terkait distribusi air bersih, pembagian bantuan ternak, serta sertifikat tanah. Kini, isu wakaf menjadi titik baru yang memerlukan penyelesaian menyeluruh dan sensitif terhadap aspek adat serta hukum yang berlaku.

Pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan berbasis data hukum yang kuat untuk menghindari konflik berkepanjangan di tengah masyarakat. Sebab, tanah wakaf menyangkut kepentingan publik dan memiliki sensitivitas keagamaan serta historis yang tinggi.  (red)_

Berita Terkait

Tersandung Lagi Kasus Narkoba, Dua Napi Lapas Kutacane Dibekuk, Polisi Temukan 5 Gram Sabu
LSM LIRA Desak Kapolda Aceh Usut Dugaan Praktik “Tangkap Lepas” Bandar Narkoba oleh Oknum Polres Agara
Jamal B Apresiasi Dandim 0108/Agara: Ketahanan Pangan Aceh Tenggara Jadi Teladan Nasional
Tangkap, Nginep di Hotel, Lalu Lepas: Skandal Bandar Narkoba di Medan
Bupati Aceh Tenggara Letakkan Batu Pertama Pembangunan Gerai Kopdes Merah Putih
Ibu Rumah Tangga di Lawe Hijo Diciduk Polisi, Simpan 8 Bungkus Sabu Siap Edar
Kantor Camat Babul Makmur Memprihatinkan, Warga Pertanyakan Pemeliharaan Aset Daerah
Bupati Aceh Tenggara Dukung Pembukaan Layanan Cuci Darah di RS Nurul Hasanah

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 02:48 WIB

Bea Cukai Tanjung Pinang Pelajari Strategi Pengelolaan Media di Aceh Customs Media Hub

Rabu, 22 Oktober 2025 - 01:44 WIB

Peusijuek Mahasiswa Baru, 220 Anak PAI UIN Ar-Raniry Resmi Disambut Penuh Khidmat

Selasa, 21 Oktober 2025 - 01:58 WIB

Prodi PAI & HMP PAI UIN Ar-Raniry Peduli Palestina

Senin, 20 Oktober 2025 - 20:21 WIB

Fakultas Hukum USM Jalin Silaturahmi dan Audiensi dengan PERATIN Aceh

Senin, 20 Oktober 2025 - 04:24 WIB

Aminullah Usman: Menumpas Kemiskinan dari Akar, Membangun Aceh Lewat UMKM dan Wisata

Senin, 20 Oktober 2025 - 00:37 WIB

Pemilik Akun TikTok Saif Lofitr : Tuduh Wartawan Tak Bisa Dipercaya. Ini Tanggapan PWI Aceh

Minggu, 19 Oktober 2025 - 10:33 WIB

Camat Diminta Buka Suara, Kritik IMPS Dinilai Sebagai Tanda Kepedulian Anak Muda Samadua

Minggu, 19 Oktober 2025 - 08:55 WIB

SMPA Kecam Ucapan Bupati Aceh Besar yang Dinilai Feodal dan Diskriminatif

Berita Terbaru