Jakarta – Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH) Diaz Hendropriyono menegaskan bahwa keberlanjutan (sustainability) bukan sekadar kewajiban tambahan bagi sektor industri, melainkan fondasi utama untuk kelangsungan bisnis di masa depan. Hal tersebut ia sampaikan dalam pernyataan resminya pada Kamis (18/9/2025).
“Perusahaan tidak bisa lagi memandang sustainability sebagai beban tambahan. Justru ini syarat utama agar industri bisa bertahan di masa depan. Pertumbuhan tanpa keberlanjutan itu mustahil,” tegas Diaz, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH).
Menurut Diaz, tantangan terbesar bagi perusahaan saat ini adalah bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab terhadap lingkungan. Apalagi di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata dan berdampak langsung pada kehidupan.
“Kalau kita terus business as usual, 2050 nanti bisa ada 2.000 pulau di Indonesia yang tenggelam karena kenaikan permukaan laut,” ujarnya memberikan peringatan serius.
Data terkini memang menunjukkan bahwa suhu global tengah berada pada titik tertinggi dalam sejarah modern, dan tren ini diperkirakan akan terus meningkat. Pemerintah pun menanggapi kondisi tersebut dengan menyusun target ambisius dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Beberapa target yang disorot Wamen LH antara lain:
- 100 persen sampah terkelola pada 2029
- Penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen (dengan upaya domestik)
- Penurunan hingga 43,2 persen (dengan dukungan internasional) pada 2030
Seluruh target ini mengacu pada komitmen Indonesia dalam dokumen iklim Enhanced Nationally Determined Contributions (NDCs).
Di sisi lain, Diaz juga menekankan bahwa sektor privat memegang peran kunci sebagai motor inovasi hijau. Ia mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi hijau, memperbaiki manajemen lingkungan, dan semaksimal mungkin mengadopsi prinsip ekonomi sirkular.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Sektor swasta harus menjadi motor inovasi hijau agar kita bisa mencapai Net Zero Emission 2050,” ujarnya.
Upaya tersebut kini juga tercermin dalam penyempurnaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang tak hanya menilai pencemaran dan pengelolaan lingkungan, tetapi juga mulai mengintegrasikan aspek pengelolaan sampah, emisi, dan kontribusi terhadap ekonomi hijau secara menyeluruh.
Wamen LH optimistis bahwa sinergi multi-stakeholder, antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan komunitas internasional akan mempercepat capaian Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan yang inklusif.
“Kita butuh semua pihak bergerak. Keberlanjutan bukan tren sesaat, ini soal keberlanjutan hidup generasi mendatang,” tutup Diaz. (*)