Gayo Lues, Baranews — Ketua Dump Truck Gayo Lues Transport (DT Galus Transport), Sukri Adi Benka, mempertanyakan aktivitas operasional PT Gayo Mineral Resources (GMR) yang menggunakan alat berat di kawasan hutan lindung Kabupaten Gayo Lues. PT GMR diketahui hanya mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Eksplorasi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 16 Mei 2025, bukan untuk kegiatan eksploitasi berskala besar.
Menurut Sukri, penggunaan ekskavator di lokasi yang hanya berizin eksplorasi merupakan bentuk pelanggaran terhadap regulasi kehutanan dan pertambangan yang berlaku. “Kalau memang PT GMR hanya diberi izin eksplorasi, dari mana dasar hukum mereka membawa ekskavator ke lokasi? Ini pertanyaan serius,” ujarnya dalam audiensi bersama unsur DPRK dan sopir lokal di Gedung DPRK Gayo Lues, Senin (6/10/2025).
Ia juga menyoroti ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan oleh keberadaan perusahaan besar yang tidak melibatkan pelaku usaha lokal. Sukri menyebut bahwa masyarakat dan sopir lokal merasa terpinggirkan, bahkan di tanah kelahiran mereka sendiri, sementara perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar aturan tetap beroperasi dengan leluasa.
“Dalam praktiknya, kami yang anak daerah ini tidak diikutsertakan. Padahal kami punya kemampuan, punya armada, dan siap bekerja. Tapi kenyataannya, perusahaan jalan sendiri tanpa melibatkan kami,” lanjutnya.
Kecaman terhadap PT GMR juga disuarakan dari kalangan aktivis lingkungan. Seorang pegiat konservasi hutan di Gayo Lues menyebut aktivitas perusahaan tersebut berpotensi merusak ekosistem kawasan lindung, jika kegiatan eksploratif yang semestinya dilakukan secara manual justru memakai alat berat.
“Kalau izinnya eksplorasi, kenapa ekskavator masuk? Ini bukan kelalaian teknis, ini pelanggaran hukum yang disengaja,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa eksplorasi pada dasarnya adalah kegiatan awal untuk memetakan potensi sumber daya, bukan menggali atau merusak tanah secara masif. “Bahkan mahasiswa kehutanan tingkat awal tahu bahwa eksplorasi di hutan lindung tidak boleh menggunakan alat berat,” imbuhnya.
Fakta bahwa PT GMR hanya memegang izin eksplorasi menimbulkan pertanyaan besar atas lemahnya pengawasan terhadap kegiatan industri ekstraktif di daerah ini. Berdasarkan penelusuran media, izin eksplorasi dari KLHK bukanlah dasar untuk melakukan pengerukan, pengangkutan hasil tambang, atau pengerjaan dengan skala besar. Aktivitas eksploitasi mineral di dalam kawasan hutan hanya dapat dilakukan jika perusahaan telah mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk eksploitasi, yang mekanismenya jauh lebih ketat.
Sukri berharap kejelasan hukum dan ketegasan regulasi bisa ditegakkan demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat lokal. Ia menegaskan, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, maka bukan hanya hutan yang akan dirugikan, tapi juga masa depan ekonomi masyarakat Gayo Lues.
“Kalau benar ini salah, cabut izinnya. Jangan biarkan hutan rusak hanya untuk keuntungan segelintir pihak,” pungkasnya. (RED)














































