Gayo Lues, Baranews – Puluhan sopir dump truck yang tergabung dalam Asosiasi Dump Truck Gayo Lues Transport (DT Galus Transport) menggelar aksi unjuk rasa damai di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Gayo Lues, Senin (6/10/2025). Para sopir menyuarakan sejumlah aspirasi terkait sulitnya akses pengambilan material tambang seperti batu dan pasir, serta janji politik kepala daerah yang dinilai belum terealisasi.
Aksi yang dimulai dari Desa Badak dan berakhir di halaman Kantor DPRK ini berlangsung tertib dan damai. Para peserta membawa spanduk aspirasi dan menyampaikan tuntutan menggunakan pengeras suara. Mereka didampingi koordinator lapangan dan perwakilan asosiasi, serta dikawal aparat keamanan dari Polres Gayo Lues dan Satuan Brimob Kompi 4 Batalyon C Pelopor Polda Aceh. Pengamanan dilakukan dengan pendekatan humanis dan profesional, sehingga menciptakan suasana kondusif sepanjang kegiatan berlangsung.
Ketua DT Galus Transport, Sukri Adi Benka, menyampaikan bahwa tuntutan yang dibawa dalam aksi tersebut mencakup tiga poin utama: pelaksanaan janji politik Bupati Gayo Lues terkait penyediaan lahan tambang rakyat (galian C), pemberdayaan armada truk lokal dalam distribusi hasil pembangunan dan pertanian, serta penertiban wilayah kerja perusahaan besar yang dinilai mendominasi sumber daya lokal.
“Kami menagih janji Bupati Gayo Lues untuk menyediakan lahan galian C agar masyarakat dapat mengambil pasir dan batu secara legal. Selain itu, kami juga meminta agar perusahaan yang beroperasi di Gayo Lues menggunakan armada lokal dan tidak memberlakukan pungutan liar di lapangan,” ujar Sukri di dalam forum audiensi yang digelar di ruang sidang DPRK Gayo Lues.
Keluhan para sopir tidak hanya terbatas pada persoalan izin tambang dan ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek keadilan sosial. Mereka menilai selama ini masyarakat lokal kesulitan mengakses sumber daya alam, sementara perusahaan besar tetap dapat beroperasi tanpa hambatan, meskipun belum dilengkapi izin lengkap.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRK Gayo Lues, H. Ali Husin, S.H., menyatakan menerima aspirasi para sopir dan akan menindaklanjutinya melalui koordinasi dengan pihak eksekutif. Namun demikian, Ali Husin menyampaikan bahwa belum ada keputusan yang bisa diambil karena Bupati Gayo Lues masih berada di luar daerah.
“Aspirasi ini kami terima dan akan dibahas lebih lanjut. Tapi keputusan akan ditentukan setelah kami duduk bersama Bupati. Mengingat beliau masih ada agenda di luar daerah, keputusan hari ini belum bisa diberikan,” kata Ali Husin.
Selain pimpinan DPRK, hadir pula Pj. Sekretaris Daerah (Sekda) Gayo Lues, Dr. Nevi Rijal, yang menyatakan bahwa kehadirannya mewakili Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam rangka menerima dan menampung aspirasi, bukan sebagai pengambil keputusan. Hal serupa juga disampaikan perwakilan perusahaan swasta yang hadir, seperti dari PT Kencana Hijau, yang menyebut bahwa armada pengangkut getah sebagian besar telah menggunakan jasa sopir lokal. Namun pernyataan tersebut berbeda dengan realita yang disampaikan para sopir, yang menyebut masih banyak kendaraan dari luar daerah yang dominan dalam kegiatan operasional.
Para sopir berharap pemerintah daerah segera menindaklanjuti permasalahan akses galian C, termasuk mekanisme perizinan untuk pertambangan rakyat. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), disebutkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Mereka menilai ketimpangan dalam implementasi regulasi ini telah merugikan pelaku usaha kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor angkutan material.

Selain itu, praktik pungutan liar di lapangan yang dilakukan dengan dalih “wakaf” ataupun iuran jalan juga menjadi sorotan dalam aksi. Para sopir mendesak agar Pemkab Gayo Lues meninjau dan menindak praktik semacam itu yang dinilai membebani biaya operasional harian mereka.
Sebelum meninggalkan gedung dewan, para sopir menyampaikan harapan mereka akan adanya bukti nyata dari pemerintah daerah, bukan sekadar janji politik. Mereka menekankan bahwa aspirasi yang diajukan bukan untuk memunculkan konflik, melainkan bentuk kepedulian masyarakat kecil terhadap pembangunan yang lebih adil dan merata.
Dengan berakhirnya aksi ini, masyarakat berharap adanya kejelasan tindak lanjut dari pemangku kebijakan, agar keluhan lapisan bawah yang selama ini terpinggirkan dapat memperoleh solusi konkret. Pemerintah juga diharapkan segera merespon persoalan ini secara menyeluruh, baik melalui evaluasi kebijakan perizinan, regulasi pengangkutan, hingga perlindungan terhadap pelaku usaha lokal.
Sementara itu, pihak aparat kepolisian dan Brimob menyatakan komitmennya untuk terus menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Gayo Lues. Koordinasi antara aparat dan masyarakat dinilai menjadi faktor kunci dalam menjaga suasana damai dan mendukung iklim demokrasi dalam penyampaian aspirasi publik. (RED)













































