GAYO LUES — Proyek pemasangan jaringan pipa distribusi air bersih yang dikerjakan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Gayo Lues tahun anggaran 2024, kini menjadi sorotan tajam publik. Pipa-pipa yang dibangun dengan anggaran publik itu hingga hari ini, Selasa, 9 Juli 2025, belum berfungsi dan tidak pernah dialiri air. Infrastruktur itu terbengkalai, tak digunakan, dan diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembangunan jaringan pipa air dilakukan di dua lokasi utama: dari simpang kantor DPRK Gayo Lues ke Desa Gunyak dan di depan Pasar Terpadu. Namun, fakta di lapangan menunjukkan tidak ada commissioning test, tidak ada distribusi air, dan tidak ada integrasi dengan sistem layanan air bersih milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Sejuk.
“Pipanya tertanam, tapi kosong. Kami tidak pernah menerima air dari proyek itu. Padahal pekerjaan selesai sejak bulan lalu. Ini pemborosan,” kata seorang warga Gunyak yang diwawancarai Selasa, 9 Juli 2025.
Kondisi tersebut dibenarkan oleh Direktur Perumda Tirta Sejuk, Ricky Udayara. Ia menegaskan proyek itu tidak dapat dimanfaatkan karena tidak diserahterimakan sebagai aset sah milik Perumda. “Sejak Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 diterapkan, dan dipertegas dalam Peraturan Bupati Gayo Lues Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, kami tidak bisa menerima hibah fisik tanpa prosedur yang sah. Apalagi proyek itu bukan usulan kami,” kata Ricky, juga pada Selasa, 9 Juli 2025.
Mengacu pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 300 hingga Pasal 306 secara jelas mengatur bahwa penyerahan aset hibah harus melalui proses verifikasi, persetujuan DPRD, dan pencatatan dalam sistem administrasi aset daerah. Proyek pipa itu disebut-sebut tidak melalui mekanisme tersebut. Maka, status hukumnya abu-abu, dan tanggung jawab pemeliharaan serta pengoperasiannya pun tak jelas.
Lebih lanjut, pembangunan infrastruktur yang tidak termanfaatkan secara efektif berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana…”.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Perkim, Surianto, saat dikonfirmasi, membenarkan proyek tersebut belum bisa difungsikan. “Ini memang harus kami cari solusi. Akan kami koordinasikan dengan Perumda Tirta Sejuk,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Selasa siang.
Pernyataan tersebut memperkuat dugaan bahwa sejak awal proyek dijalankan tanpa koordinasi lintas instansi teknis. Pekerjaan dilaksanakan tanpa rencana pemanfaatan yang matang. Tak ada analisis kebutuhan, tak ada uji sistem, dan tak ada kejelasan penyerahan aset.
“Kalau proyek sudah selesai tapi tidak digunakan, artinya pemborosan. Dan kalau itu dilakukan dengan sadar, maka unsur perbuatan melawan hukum bisa terpenuhi,” kata seorang aktivis antikorupsi di Blangkejeren yang enggan disebut namanya.
Masyarakat menuntut agar pihak Inspektorat Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Negeri Gayo Lues segera mengaudit proyek tersebut. Jika ditemukan adanya pelanggaran administrasi, kelalaian jabatan, atau potensi kerugian negara, maka langkah hukum harus segera ditempuh.
Infrastruktur yang dibangun dari uang rakyat tak boleh menjadi simbol ketidakseriusan birokrasi dalam merencanakan pembangunan. Jika proyek ini dibiarkan, maka tak hanya air yang tak mengalir—tetapi juga akal sehat dalam tata kelola anggaran. (Rauf Ariga/TIM)