Oleh : Sri Rajasa, M. BA (Pemerhati Intelijen)
PESTA demokrasi untuk menentukan Gubernur Aceh sudah usai, tidak ada lagi selebrasi kemenangan, dari kandidat yang memperoleh suara terbanyak. Janji-janji kampanye yang meninabobokan rakyat, telah menguap menembus atmosfer.
Silaturahmi sebagai ibadah pembuka pintu syurga, telah tercabik di bilik-bilik suara. Kini yang tertinggal hanyalah harapan yang diliputi kecemasan menghadapi kekecewaan, karena berpuluh kali pilkada selalu berakhir dengan kebohongan para pemimpin Aceh.
Di awal kepemimpinan baru Aceh, telah berseliweran berita-berita media social yang mengendus adanya kebijakan tata kelola APBA, semata-mata demi memenuhi hasrat hedonism para petinggi Aceh. Sementara tanpa rasa risih, para pemangku kebijakan di Aceh, terus membual tentang pembangunan berkeadilan, pemberantasan korupsi, penanganan stunting, pendidikan berkualitas, pembukaan lapangan kerja, ekonomi berbasis koperasi rakyat. Kemudian dengan wajah culas, tangannya berlumuran fee kontraktor dan terus berebut mengais najis kekuasaan.
Sepertinya rakyat Aceh harus lebih sabar lagi, untuk menjalani hidup lima tahun kedepan dalam kemiskinan. Bagi rakyat Aceh, tidur dan mimpi adalah sesuatu yang mampu memberi kebahagiaan walau sesaat. Harapan dan doa Rakyat Aceh tidak muluk-muluk, hanya ingin bermimpi Sultan Iskandar Muda memenangkan Pilkada Aceh 2024.
Bayangan Aceh yang penuh suka cita dan tidak lagi terdengar hingar bingar, para pejabat berebut anggaran pokir. Hari-hari media online dihiasi oleh berita penangkapan koruptor dan oligarki yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Setiap sudut desa, terdengar riuh suara kebahagiaan rakyat menerima hibah asset para koruptor yang dirampas Sultan Iskandar Muda. Gelombang pemecatan aparat hukum, menjadi potret keseharian di Aceh, karena Sultan Iskandar Muda memegang teguh penegakan hukum dengan prinsip equality before the law.
Malam terus merayap menyongsong pagi, tampaknya rakyat Aceh tak berharap bangun di pagi hari, karena hanya kembali menghadapi kesulitan hidup dan tak mampu menatap mata rakus para pejabat Aceh.