Oleh : Sri Radjasa, M. BA (Pemerhati Intelijen)
TIDAK bermaksud mengecilkan kemampuan politisi di negeri ini, tapi politisi juga harus jujur, bahwa dirinya bukan superman. Apalagi ketika politisi dengan angkuh mengatakan “semua pekerjaan bisa dilakukan, kecuali menjadi politisi”. Untuk menilai sang politisi sukses, melalui uji kompetensi dengan kriteria “jika seorang politisi berbicara dihadapan rakyat, kemudian rakyat menyakini dan percaya atas ucapan politisi tersebut. Tapi bersamaan dengan itu, sang politisi bingung, karena dia sendiri tidak percaya dengan ucapannya”.
Kementerian perumahan dan kawasan pemukiman yang dinahkodai dua punggawa politik, merupakan ujung tombak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, melalui optimalisasi pembangunan perumahan subsidi untuk rakyat kecil. Kebijakan pembangunan rumah subsidi, telah berjalan sejak beberapa tahun lalu dan memberi pengaruh positif bagi pembangunan manusia Indonesia yang bermartabat.
Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi rakyat, sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak warga negara atas perumahan yang layak dan terjangkau.
Tantangan untuk mengimplementasikan UU No1 tahun 2011, justru datang dari pucuk pimpinan kementerian PKP. Rencana kebijakan menteri maruarar untuk merubah ukuran rumah subsidi menjadi kecil, sehingga tidak memenuhi standar nasional dan internasional.
Disamping itu, rencana menteri maruarar, memberi kesan negara membiarkan rakyat kecil harus terlihat miskin. Problem lain terkait pembangunan rumah subsidi, datang dari wamen PKP dengan gagasan berbasis biaya tinggi yang mencekik leher rakyat. Pertama mematok pajak tinggi untuk landed house dan penghapusan subsidi rumah untuk pembeli. Usulan kedua petinggi kementerian PKP, seperti rencana bangun tidur, tanpa memiliki tujuan yang jelas, tidak fleksibel, ngejelimet dan irasional.
Rencana kebijakan menteri dan wamen PKP yang menyangkut nasib dan hajat hidup orang banyak, berpotensi menggagalkan sasaran pembangunan nasional. Tentunya perlu dianalisa secara mendalam, karena tidak menutup kemungkinan, kebijakan kedua petinggi kementerian PKP, berdampak terdegradasinya kepercayaan public terhadap kepemimpinan presiden Prabowo. (*)