Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sinyal pemerintah tidak harus merealisasikan seluruh pagu utang yang sudah dicantumkan dalam APBN 2026. Menurutnya, kebutuhan utang bisa ditekan sepanjang target pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak tercapai sesuai rencana.
“Batas-batas soal utang ini jangan dipandang saklek. Kalau ekonomi ngebut ya utang bisa direm. Kalau lesu, butuh stimulus, baru ditambah. Tapi kalau lihat arah ke depan, saya optimis kita tidak akan dipaksa menambah utang berlebihan karena saya fokus mendorong pertumbuhan,” ujar Purbaya usai menghadiri pengesahan UU APBN 2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Purbaya menegaskan strategi utamanya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi sehingga penerimaan pajak melonjak secara alami. Ia bahkan sudah berhitung, tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% bisa mendatangkan Rp220 triliun tambahan pendapatan. “Setengah persen tumbuh saja bisa kasih Rp110 triliun income. Maka daripada sibuk nambah utang, lebih baik kita pacu ekonomi biar pajak masuk lebih deras,” ucapnya.
Meski mengaku fleksibel soal aturan batas defisit 3% PDB dan utang maksimal 60% PDB yang tercantum di UU Keuangan Negara, ia menilai posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih aman dibanding negara-negara maju. “Di Eropa itu batas Maastricht Treaty sering dilanggar. Jerman sudah hampir 100% PDB, Amerika di atas 120%, Jepang 250%. Jadi kalau ada lembaga pemeringkat yang protes, suruh saja bandingin ke negara lain. Habis itu bawa cermin,” selorohnya.
APBN 2026 sendiri disusun dengan pendapatan negara sebesar Rp3.153,6 triliun dan belanja Rp3.842,7 triliun, sehingga defisit tetap ada di kisaran Rp689,1 triliun atau 2,68% dari PDB. Nilai inilah yang menjadi pagu maksimal pembiayaan utang tahun depan. Namun Purbaya menekankan, angka itu bukan harga mati.
Ia menyebut strategi pemerintah bukan sekadar berutang demi menutup defisit, melainkan efisiensi belanja, optimalisasi penerimaan pajak, dan pemberantasan praktik penggelapan. “Prinsip saya sederhana. Atur duit negara secara cermat, dorong ekonomi biar tumbuh lebih cepat, nanti hasilnya balik lagi ke kas negara. Jadi utang bukan tujuan utama, tapi pilihan terakhir,” pungkasnya.