Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya rapat yang melibatkan pejabat Kementerian Agama (Kemenag) dan asosiasi agen travel yang mewakili perusahaan-perusahaan penyelenggara haji untuk membahas pembagian kuota haji 2024. Dalam rapat tersebut disepakati pembagian kuota haji khusus menjadi 50 persen dari kuota tambahan yang diberikan pemerintah.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan rapat ini muncul ketika pemerintah memperoleh tambahan kuota haji sebanyak 20.000 orang. Para agen travel kemudian melakukan lobi ke Kemenag untuk mendapatkan jatah kuota khusus yang lebih besar.
“Para asosiasi ini berpikir secara ekonomis. Artinya, bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Asep menjelaskan jika pembagian kuota haji tambahan itu mengikuti aturan awal, yakni 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, para agen travel khawatir keuntungan yang didapat tidak maksimal. “Kalau 20.000 kuota itu semuanya dipakai untuk haji reguler, mereka bahkan tidak akan dapat tambahan kuota,” ujarnya.
Untuk itu, para agen travel dan pejabat Kemenag menggelar rapat dan sepakat mengubah pembagian kuota tambahan tersebut menjadi 50 persen kuota reguler dan 50 persen kuota khusus. Kesepakatan ini diambil pada tingkat bawah, belum sampai ke penentu kebijakan tertinggi.
“Mereka kumpul dulu, rapat-rapat dulu. Akhirnya ada keputusan di antara mereka yang rapat ini, baik dari Kementerian Agama maupun asosiasi travel, dibagi dua 50 persen 50 persen,” jelas Asep.
KPK saat ini mendalami pembagian kuota tersebut, termasuk mempelajari Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang mengatur pembagian kuota haji tambahan ini. “Inilah yang saat ini sedang kita dalami,” tambah Asep.
Kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji ini sudah dinaikkan ke tahap penyidikan. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan kerugian keuangan negara akibat perkara ini diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.
“Hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari 1 triliun,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Namun Budi belum memastikan penetapan tersangka dalam kasus ini karena penyidikan masih berlangsung dan KPK masih memeriksa sejumlah pihak yang terkait.
“Kami akan update nanti, karena dalam proses penyidikan ini KPK perlu memeriksa juga pihak-pihak yang mengetahui perkara ini,” ujarnya.
Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi kasus ini sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan pada Sabtu (9/8) dini hari. KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023 hingga 2024.
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama Tahun 2023-2024 sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” kata Asep.
Sebagai tindak lanjut, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum untuk kasus kuota haji ini. KPK juga menggunakan pasal berlapis untuk menjerat para tersangka, yakni Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK sudah melakukan pencegahan terhadap beberapa pihak yang diduga terkait, termasuk bos perusahaan travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur, untuk tidak bepergian ke luar negeri guna memastikan kelancaran proses hukum.
Kasus ini menjadi sorotan karena kuota haji adalah hal sensitif yang menyangkut hak dan kepercayaan masyarakat. Dugaan praktik korupsi dalam pembagian kuota ini berpotensi merugikan negara dan menimbulkan ketidakadilan bagi calon jemaah haji. (*)