Jakarta – Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap aparat Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025) malam sekitar pukul 22.45 WIB. Ia langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan menghasut aksi anarkistis yang melibatkan pelajar, termasuk anak di bawah umur.
“DMR ditangkap karena diduga mengajak massa, termasuk pelajar di bawah umur, untuk melakukan aksi anarkis,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025). Polisi menyebut penyelidikan telah dilakukan sejak 25 Agustus, saat sejumlah aksi protes terjadi di sekitar DPR dan wilayah Jakarta lainnya.
Namun, penangkapan ini menuai kritik keras. Lokataru Foundation menilai tindakan polisi merupakan bentuk kriminalisasi dan pembungkaman suara masyarakat sipil. “Delpedro dijemput paksa tanpa dasar hukum yang jelas. Ini ancaman nyata bagi kebebasan sipil dan demokrasi,” tegas tim advokasi Lokataru.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, juga mendesak agar Delpedro segera dibebaskan. “Saya tidak percaya Delpedro benar-benar berniat menghasut kekerasan. Polisi seharusnya transparan soal bukti,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Harian Kompolnas, Arief Wicaksono, menilai penangkapan tersebut masih sesuai prosedur. “Yang bersangkutan tetap punya hak didampingi penasihat hukum. Proses penyidikan akan menguji apakah ada bukti yang cukup,” katanya.
Hingga kini, tim kuasa hukum Lokataru menyatakan akan terus mengawal kasus ini. Mereka menyebut penetapan tersangka dilakukan tergesa-gesa dan tidak melalui pemanggilan atau pemeriksaan awal. “Ini jelas bentuk pelemahan terhadap organisasi masyarakat sipil,” ujar Fian Alaydrus dari tim advokasi.
Kasus ini menjadi sorotan publik. Pertanyaan besar pun muncul: apakah penangkapan Delpedro benar-benar murni penegakan hukum, atau justru upaya membungkam suara kritis masyarakat sipil? (*)













































