Jakarta – Kematian Affan Kurniawan dalam gelombang demonstrasi terbaru bukan sekadar angka statistik korban, melainkan simbol dari warga kecil yang kerap menjadi korban pusaran konflik antara rakyat dan penguasa. Demonstrasi yang awalnya menuntut transparansi tunjangan DPR kini bergeser menjadi protes terhadap pendekatan represif aparat yang kerap berulang.
Mantan Menkopolhukam 2019–2024, Mahfud MD, menegaskan perlunya respons kebijakan yang konkret dan rasional untuk menyembuhkan luka demokrasi yang menumpuk. Dalam wawancara eksklusif, Mahfud menyoroti pentingnya tindakan yang tidak hanya bersifat simbolis, seperti permintaan maaf, tetapi juga langkah nyata dalam hukum tata negara, tata pemerintahan, serta perencanaan pembangunan.
“Permintaan maaf bersifat personal, tapi masyarakat luas membutuhkan tindakan konkret atas ketidakpuasan yang muncul selama ini,” kata Mahfud. Ia menekankan bahwa pemerintah dan presiden harus menindaklanjuti protes dengan perubahan kebijakan yang dapat menenangkan masyarakat dan memulihkan kepercayaan publik.
Mahfud juga menyoroti dilema aparat di lapangan. Polisi yang bertugas mengamankan demonstrasi berada di tengah-tengah tekanan: harus tunduk pada perintah atasan, namun dihadapkan pada massa yang jumlahnya jauh lebih banyak. Hal ini menyebabkan kecelakaan tragis seperti yang menimpa Affan Kurniawan.
Selain itu, Mahfud menekankan perlunya pembenahan moral pejabat publik, terutama terkait perilaku hedonis dan korupsi. Ia menilai sistem hukum dan peraturan yang ada sebenarnya sudah memadai, namun implementasinya sering mengecewakan masyarakat. Menurutnya, Presiden memiliki peran krusial dalam memastikan tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum, baik oleh aparat maupun oleh politisi, agar keadilan sosial dapat ditegakkan.
“Korupsi di Indonesia banyak terjadi, tetapi tindakannya tidak sungguh-sungguh. Sistem sudah ada, yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen moral dan tindakan konkret,” ujar Mahfud. Ia menambahkan, penegakan hukum terhadap semua pihak—baik aparat yang melakukan represi maupun massa yang melakukan anarki—harus dilakukan agar tragedi serupa tidak terulang.
Mahfud menutup wawancara dengan catatan bahwa protes saat ini bersifat organik, lahir dari akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap ketidakadilan dan perilaku elit politik. “Penumpang gelap mungkin ada, tapi inti aksi ini adalah kekecewaan publik yang nyata. Presiden harus segera mengeluarkan kebijakan yang memperbaiki ketidakpuasan rakyat,” tegasnya.
Gelombang demonstrasi dan konflik antara rakyat dengan aparat ini menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan keseimbangan antara aspirasi masyarakat dan respons pemerintah yang cepat, tepat, dan adil. Tindakan konkret, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat kecil menjadi kunci untuk menyembuhkan luka demokrasi yang kini terasa di seluruh negeri. (*)













































