JAKARTA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengkonfirmasi adanya dugaan kasus suap dan/atau gratifikasi dalam proses penerbitan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius karena berpotensi membahayakan tata kelola ketenagakerjaan nasional serta membuka peluang masuknya tenaga kerja asing yang tidak kompeten.
“Jika kita memasukkan TKA-TKA yang mungkin kurang sesuai atau kurang kompeten, itu juga akan berdampak pada iklim ketenagakerjaan di Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat memberikan keterangan resmi di Jakarta hari ini.
Menurut KPK, praktik korupsi semacam ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga bisa mengganggu keadilan sosial dan daya saing tenaga kerja lokal. Untuk itu, KPK menyatakan akan terus menuntaskan penyelidikan dan penyidikan agar para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku.
Dalam perkembangan terbaru, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi tersebut. Mereka diduga kuat terlibat dalam praktik pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin mendapatkan persetujuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Para tersangka disebut berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pegawai negeri sipil di lingkungan Kemnaker, perwakilan agen penyalur TKA, serta oknum swasta yang memiliki akses dalam proses birokrasi penerbitan izin tersebut.
Modus operandi yang digunakan adalah dengan memaksa calon TKA untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai imbalan atas percepatan atau kemudahan dalam proses penerbitan dokumen. Uang tersebut dikumpulkan melalui mekanisme yang disamarkan sebagai biaya administrasi atau jasa pendampingan.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, KPK menduga praktik korupsi ini telah berlangsung sejak tahun 2019 dan dilakukan secara sistematis oleh jaringan tertentu. Total aliran dana ilegal yang berhasil dikumpulkan oleh para tersangka mencapai angka Rp53 miliar.
“Ini bukan sekadar kasus korupsi biasa, tapi sudah bersifat struktural dan sistematis,” kata Budi.
Pengungkapan ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) dan penyelidikan intensif yang dilakukan tim penyidik KPK selama beberapa bulan terakhir. Penyidik juga telah melakukan penyitaan dokumen, data elektronik, serta sejumlah aset milik tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut, KPK menegaskan bahwa kasus ini menjadi momentum penting untuk mereformasi sistem pelayanan publik di Kemnaker, khususnya dalam penggunaan tenaga kerja asing. Proses digitalisasi dan transparansi harus diperkuat guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang di masa depan.
KPK mengimbau Kementerian Ketenagakerjaan untuk turut serta dalam proses pengusutan dengan memberikan data dan informasi yang dibutuhkan. “Kami harap Kemnaker kooperatif dan proaktif dalam upaya memperbaiki tata kelola pelayanan terkait tenaga kerja asing,” tambah Budi.
Selain itu, KPK juga meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat Jenderal Kemnaker, untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan di lapangan.
Saat ini, KPK masih dalam tahap finalisasi penyusunan kronologi lengkap perkara, termasuk identitas tersangka, rincian aliran dana, serta modus operandi yang digunakan. Informasi tersebut akan diumumkan kepada publik dalam konferensi pers yang direncanakan dalam waktu dekat.
“Kami akan sampaikan detailnya setelah seluruh tahapan hukum dan prosedur administrasi dipenuhi,” tutup Budi (*)