Opini oleh : Sri Radjasa, M.BA(Pemerhati Intelijen)
KASUS dugaan penyimpangan dalam pengadaan vaksin Covid-19 di Bio Farma, mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Dalam laporan BPK terungkap sebanyak 3.208.542 dosis vaksin senilai Rp525,18 miliar belum terdistribusi dalam program Vaksinasi Gotong Royong (VGR). Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung Irfan Wibowo, Senin (5/5/2025) lalu, membenarkan bahwa dalam kasus dugaan korupsi PT Bio Farma, Kejari kota bandung akan memeriksa mantan dirut PT Bio Farma Honesti Basyir.
Nama Honesti Basyir akhir-akhir ini, kembali ramai menjadi pembicaraan di media online, seiring dengan munculnya pemberitaan yang provokatif “Honesti Basyir calon kuat dirut PT Telkom”, bahkan digadang-gadang Honesti mendapat backup politik dari politisi papan atas yang namanya kerap dikatakan “orang kepercayaan prabowo”. Masuknya nama Honesti Basyir dalam bursa calon dirut PT Telkom, adalah sesuatu yang mustahil jika dihadapkan oleh UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, menyebutkan direksi harus memiliki integritas dan tidak pernah terlibat tindak pidana yang merugikan negara. Oleh sebab itu, pencalonan Honesti Basyir, sarat oleh campur tangan politisi di inner circle kekuasaan presiden Prabowo.
Ada apa dengan Honesti Basyir, sebagai warga negara Honesti seakan memiliki privilege, walaupun dirinya sedang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi, tetapi diberi kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih strategis. Hal tersebut amat bertentangan dengan Permen BUMN No. PER-10/MBU/2020 menekankan prinsip Good Corporate Governance (GCG), yang mengharuskan pemilihan pejabat BUMN dilakukan dengan transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Dari sudut pandang akal sehat dan etika moral, dapat dipastikan Honesti Basyir sangat tidak layak untuk dicalonkan dirut PT Telkom. Lebih tidak sehat lagi, para pihak yang menjadi centeng Honesti, untuk menduduki jabatan dirut PT Telkom.
Fenomena Honesti Basyir, merupakan implementasi politik sandera, dalam rangka memudahkan pengendalian pejabat yang menduduki jabatan basah. Eksploitasi BUMN oleh oknum politisi berkolaborasi dengan oknum oligarki, ternyata terus hidup di era kepemimpinan presiden Prabowo. Legacy pengelolaan BUMN sebagai sapi perahan para pejabat terkait, nampaknya akan berkepanjangan, hanya pemainnya yang berganti.
Pencalonan Honesti Basyir sebagai dirut PT Telkom, sama sekali tidak mencerminkan mutualistic symbiotic dengan kebijakan PT Telkom untuk memulihkan harga saham dan penyehatan manajemen, justru lebih menunjukan adanya kepentingan bisnis pihak tertentu yang berpotensi mengancam kinerja PT Telkom dalam jangka panjang. Penempatan dirut baru PT Telkom, sesungguhnya menjadi tantangan presiden Prabowo, untuk menunjukan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Jika kemarin presiden Prabowo bertekad, mengejar koruptor sampai ke kutub, lantas apa kata dunia jika hari ini terduga korupsi, dengan tenang menduduki jabatan basah, atas budi baik orang kepercayaan presiden ?