Mataram – Forum Pemuda NTB Melawan (FPNM) kembali menggelar Aksi jilid ke-III di depan Mapolda NTB, menuntut Kapolda NTB untuk segera memanggil, memeriksa, dan menangkap Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait dugaan penyelewengan dana Bantuan Tak Terduga (BTT) dan penyalahgunaan wewenang.
Massa aksi melakukan orasi secara bergiliran dengan massa membawa spanduk. Dalam spanduk tersebut terpampang foto Gubernur NTB bergaris silang berwarna merah sebagai bentuk mosi ketidakpercayaan terhadap Gubernur NTB.
FPNM menuntut agar Gubernur NTB ditangkap dan bertanggung jawab atas dugaan penyelewengan anggaran dana BTT yang merugikan masyarakat.
“Kami mendesak Kapolda NTB segera investigasi, memanggil, memeriksa, dan tangkap Gubernur NTB yang diduga kuat telah melakukan Penyelewengan BTT dan menyalahgunakan jabatannya atas kepentingan pribadi maupun kelompoknya,” teriak Korlap, Anang Juriawan saat berorasi di Mapolda NTB, Kamis (13/11/2025).
Anang juga menambahkan bahwa dalam penggunaan dana BTT oleh Gubernur NTB dinilai tidak transparan.
“Ini adalah uang rakyat yang seharusnya dinikmati oleh rakyat sendiri. Namun fakta yang terjadi di lapangan, bahwa rakyat kini menjadi penonton atas haknya,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia mendesak Polda NTB untuk segera mengusut tuntas dugaan penyelewengan BTT dan penyalahgunaan jabatan. Gerakan ini sebagai bentuk ekspresi kekecewaan pada Pemerintah Provinsi Gubernur NTB yang tidak bertanggung jawab atas anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat.
“Hal ini tidak boleh terus menerus dibiarkan, sedangkan saat ini kita bisa lihat secara bersama kondisi Kabupaten Bima dan Dompu, hampir semua wilayah NTB dilanda musibah banjir,” terang Anang.
Sementara itu, Koordinator Umum (Kordum) Aksi, Adnan, mendesak aparat penegak hukum untuk segera membuka kepada publik seluruh proses penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan Dana BTT dan Dana Pokir DPRD NTB, serta penyalahgunaan wewenang Gubernur NTB yang kini menjadi perhatian publik.
Keterbukaan informasi adalah hak rakyat dan menjadi bagian dari upaya untuk memastikan keadilan. FPNM percaya bahwa hanya dengan transparansi masyarakat dapat memiliki keyakinan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
“Kami tidak ingin ada kabut yang menyelimuti kasus ini. Rakyat berhak tahu, dan kami akan terus mengawal agar proses ini berjalan dengan adil dan akuntabel. Kita tidak boleh lari dari tanggung jawab, dan setiap tindakan yang merugikan kepentingan publik harus mendapatkan sanksi yang tegas,” ucap Adnan.
Sudah lebih dari dua dekade reformasi berjalan. Namun cita-cita besar untuk menghadirkan pemerintahan yang adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat masih jauh dari kenyataan. Sistem ekonomi dan politik pasca reformasi bukannya memperkuat kedaulatan rakyat, tetapi justru membuka ruang lebar bagi dominasi modal asing dan elit-elit politik dalam negeri. Demokrasi yang seolah terbuka kini hanya menjadi panggung bagi segelintir pemilik kekuasaan dan modal, sementara rakyat tetap menjadi penonton yang menderita di tengah krisis ekonomi dan bencana yang tak berkesudahan.
Di tengah situasi sulit rakyat Nusa Tenggara Barat, mulai dari bencana alam, bencana kekeringan, kemiskinan yang meningkat, dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, justru muncul kabar mencengangkan: dugaan kuat penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) oleh Pemerintah Provinsi NTB.
Dana BTT yang seharusnya digunakan khusus untuk penanggulangan bencana dan keadaan darurat justru diduga dialihkan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya Pasal 55 Ayat (1) huruf c dan Ayat (4), penggunaan anggaran BTT hanya diperbolehkan untuk kebutuhan yang mendesak, tidak terduga, dan bersifat darurat. Hal ini juga diperkuat dalam Peraturan Gubernur NTB Nomor 24 Tahun 2024 Pasal 13 Ayat (1)–(4), yang menegaskan bahwa BTT hanya untuk penanggulangan bencana.
Namun, Gubernur NTB Muhammad Lalu Iqbal diduga telah melakukan dua kali pergeseran anggaran BTT secara tergesa-gesa dengan nilai mencapai Rp 484 miliar dari total Rp 507 miliar, tanpa alasan kedaruratan yang jelas. Pergeseran ini bahkan melanggar Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dengan demikian, FPNM menilai bahwa Pemprov NTB telah melakukan penyalahgunaan kewenangan, mengabaikan asas transparansi dan akuntabilitas publik, serta berpotensi kuat melanggar hukum dan menimbulkan kerugian keuangan daerah.
Kasus ini memperlihatkan wajah nyata dari krisis moral dan politik di daerah. Di saat rakyat NTB berjuang menegakkan hidup di tengah bencana dan kemiskinan, pemerintah justru mempermainkan anggaran bencana yang semestinya menjadi hak rakyat.
Ia juga meminta Kapolda NTB untuk segera melakukan investigasi langsung terkait dugaan penyalahgunaan anggaran dana BTT yang kini menjadi perhatian publik. Jika tidak, besar kemungkinan pihak Polda NTB diduga sengaja melakukan pembiaran dan mendukung praktik penyalahgunaan anggaran Dana BTT tersebut.
“Jika Kapolda NTB tidak mengusut tuntas atas dugaan ini, maka kami tidak akan berhenti untuk melakukan aksi berjilid-jilid dengan massa yang lebih besar dan masif,” pungkas Adnan.
Ilham, seorang pemuda yang menjabat sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) Forum Pemuda NTB Melawan (FPNM), menjadi sorotan utama dalam aksi demonstrasi besar-besaran di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) NTB, Kamis, 20 November 2025.
Dengan latar belakangnya sebagai pemuda Bima yang dikenal vokal, Ilham memimpin massa untuk menuntut agar penyidik segera memanggil dan memeriksa Gubernur NTB, Muhammad Iqbal, terkait dugaan penyelewengan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) senilai ratusan miliar rupiah.

Orasi Ilham: Representasi Kekecewaan Publik
Aksi yang berlangsung tegang tersebut didasari oleh kekecewaan FPNM terhadap lambatnya proses hukum kasus BTT. Di hadapan petugas kepolisian yang berjaga, Ilham melontarkan orasi dengan nada keras, menegaskan bahwa mandeknya proses ini telah memicu kecurigaan publik yang meluas.
“Kami datang karena keadilan belum tegak! Polda harus segera memanggil dan memeriksa Gubernur Muhammad Iqbal. Jangan biarkan kasus dugaan penyelewengan Dana BTT ini menguap tanpa ada kejelasan hukum!” tegas Ilham.
Sebagai pemimpin aksi, Ilham mendesak Polda NTB untuk menunjukkan profesionalisme dan keberanian dalam menangani kasus yang menyeret nama orang nomor satu di NTB.
Tudingan Paling Sensitif: Kapolda Lindungi Gubernur
Pernyataan paling berani dan sensitif datang dari Ilham saat ia secara terbuka melontarkan tudingan serius terhadap institusi kepolisian daerah, menuding adanya indikasi perlindungan yang membuat proses hukum menjadi terhambat.
“Kami minta Kapolda bersikap profesional dan transparan. Jangan sampai ada dugaan di tengah masyarakat bahwa Kapolda melindungi Gubernur sehingga proses hukum berjalan lambat atau bahkan mandek. Jika Polda serius memberantas korupsi, buktikan dengan segera memanggil Gubernur!” tandas Ilham.
Menurut Ilham dan FPNM, lambatnya pemanggilan terhadap Gubernur dinilai sebagai preseden buruk bagi penegakan hukum di NTB, menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk pejabat tinggi.
Adapun Tuntutan Forum Pemuda NTB Melawan (FPNM) Aksi Jilid ke-III, sama seperti aksi jilid ke-II:
-
Menuntut Kapolda NTB untuk segera memanggil, memeriksa, dan menangkap Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan Dana BTT NTB.
-
Mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) agar serius dan transparan dalam mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini, tanpa pandang bulu terhadap jabatan dan kekuasaan.
-
Meminta Aparat Penegak Hukum untuk membuka kepada publik seluruh proses penyelidikan dugaan penyalahgunaan Dana BTT dan Dana Pokir DPRD NTB yang sarat dengan indikasi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
-
Menuntut DPRD NTB untuk menggunakan hak interpelasi dan hak angket terhadap kebijakan anggaran yang melanggar peraturan perundang-undangan.
-
Menyerukan kepada seluruh elemen rakyat NTB untuk bersatu mengawal kasus ini hingga tuntas di meja hijau, sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi dan penghianatan terhadap rakyat.
(REL)














































