ACEH TENGGARA — Puluhan warga Desa Ketambe, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, memblokir akses Jalan Nasional penghubung Kutacane–Blangkejeren, Rabu, 17 Desember 2025. Aksi tersebut dipimpin mayoritas emak-emak yang menuntut Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I segera melakukan normalisasi terhadap aliran Sungai Alas yang kini mendekati permukiman warga.
“Ini sudah 21 hari sejak banjir besar itu, tapi belum juga ada tindakan nyata dari BWS. Sungai makin dekat ke rumah-rumah, kami hidup dalam ketakutan terus-menerus,” kata Lahat, Kepala Desa Ketambe, kepada Tempo.
Lahat menjelaskan, banjir yang melanda wilayahnya tiga pekan lalu menyebabkan sedikitnya 26 rumah warga hanyut, sementara 14 rumah lainnya mengalami rusak ringan. Sungai Alas, yang berhulu dari wilayah Leuser, kini mengarah ke permukiman dan berisiko menyebabkan abrasi parah jika tidak segera dinormalisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aksi blokade berlangsung mulai pagi hari. Puluhan warga, termasuk para ibu rumah tangga, turun ke jalan membawa spanduk dan meneriakkan kekesalan mereka. Di tengah hujan rintik-rintik, warga duduk di tengah jalan dan menolak kendaraan besar melintasi jalur tersebut.
“Kami sudah trauma. Kalau malam turun hujan, para suami di kampung ini tidak tidur untuk berjaga-jaga. Kami takut banjir susulan datang,” kata Aini, salah satu emak-emak yang mengikuti aksi.
Menurut Aini, warga kecewa karena selama ini hanya mendapat janji, sementara kondisi sungai semakin mengkhawatirkan. Mereka menilai pemerintah daerah lamban, sementara instansi pusat seperti BWS nyaris tak menunjukkan kehadiran apa pun sejak bencana terjadi.
Mereka juga menyayangkan minimnya komunikasi dari pemerintah. Aksi ini, kata warga, adalah bentuk keputusasaan dari masyarakat Ketambe. “Kami ini cuma rakyat kecil. Tapi kampung kami bukan maket, kami beneran hidup di sini,” ujar Aini menahan tangis.
Upaya preventif telah dilakukan masyarakat secara swadaya. Satu unit alat berat disewa warga untuk mengalihkan alur Sungai Alas. Namun, kekuatan arus sungai mengalahkan kemampuan alat yang digunakan. “Swadaya kami tidak cukup. Kami butuh negara hadir,” kata Lahat.
Menanggapi aksi warga, Bupati Aceh Tenggara, Salim Fakhry, sore harinya mendatangi lokasi bersama satu unit alat berat. Hal itu sedikit meredakan ketegangan warga, namun mereka tetap menuntut komitmen lebih jelas dari pihak Kementerian PUPR melalui BWS Sumatera I.
“Kalau BWS tidak segera turun, jalan nasional ini bisa ikut hanyut. Ini bukan cuma soal kampung kami, ini soal akses vital antarwilayah,” kata Lahat.
Aksi blokade warga Ketambe hari ini menjadi simbol kekecewaan terhadap lambannya respons terhadap bencana. Warga berharap penanganan tidak hanya datang ketika tekanan muncul, tetapi juga menjadi kewajiban moral dan administratif negara terhadap warganya.







































