JAKARTA – Bareskrim Polri menetapkan tiga petinggi PT PIM, produsen beras merek Sania, Fortune, Sovia, dan Siip, sebagai tersangka kasus produksi beras premium yang tidak sesuai standar mutu. Ketiganya adalah S selaku Presiden Direktur PT PIM, AI selaku Kepala Pabrik, dan DO selaku Kepala Quality Control (QC) PT PIM 1.
Kasatgas Pangan sekaligus Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 24 saksi, termasuk ahli perlindungan konsumen, ahli laboratorium produk mentan, dan ahli pidana. “Perkara ini berasal dari laporan polisi nomor LPA2297-2025 tanggal 23 Juli 2025, dan serangkaian surat perintah penyidikan yang diterbitkan hingga 31 Juli 2025,” ujar Helfi, Selasa (5/8/2025).
Hasil penyelidikan menemukan beras premium dengan merek Sania, Fortune, Sovia, dan Siip yang beredar di pasar tradisional dan ritel modern tidak memenuhi standar mutu sebagaimana tercantum pada kemasan. Temuan ini diperkuat setelah penyidik bersama Puslabfor Polri melakukan penggeledahan dan penyitaan di gudang PT PIM di Serang, Banten.
Petugas dari Kementerian Pertanian mengambil sampel beras di lokasi tersebut untuk diuji di Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Pascapanen Pertanian. Hasil laboratorium menunjukkan komposisi beras tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) Beras Premium No. 6128:2020 sebagaimana diatur dalam Permentan No. 31 Tahun 2017 tentang kelas mutu beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023 tentang persyaratan mutu beras.
Helfi mengungkapkan, tidak ada arahan khusus dari direksi PT PIM untuk memastikan standar mutu beras tetap terjaga. Bahkan setelah penyidik memanggil direksi untuk memberikan klarifikasi dan melayangkan teguran tertulis pada 8 Juli 2025, respons yang diberikan hanya berupa pertanyaan lisan kepada manajer pabrik tanpa tindak lanjut perbaikan.
Penyidikan juga menemukan adanya dokumen instruksi kerja, standar operasional prosedur (SOP) QC, formulir analisis QC, serta prosedur pengendalian ketidaksesuaian produk. Namun, pelaksanaan pengawasan mutu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. “Petugas QC yang memiliki sertifikasi hanya satu orang dari total 22 pegawai. Sesuai aturan, kontrol QC harus dilakukan setiap dua jam, tetapi faktanya hanya dilakukan satu hingga dua kali setiap hari,” kata Helfi.
Bareskrim menegaskan bahwa kelalaian ini berpotensi merugikan konsumen secara luas karena produk beras yang dipasarkan tidak sesuai dengan mutu yang dijanjikan di kemasan. Penyidik akan menindaklanjuti kasus ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (*)