Kutacane — SMP Negeri 1 Kutacane meluncurkan sebuah inisiatif pendidikan yang patut dicontoh. Melalui kerja sama yang erat antara pihak sekolah, komite, dan orang tua siswa, kini sekolah tersebut menggelar program les tambahan sebagai bentuk persiapan menghadapi Tes Kemampuan Akademik (TKA). Program ini digagas dan didorong langsung oleh Ketua Komite Sekolah, Rijal, dan telah melalui proses musyawarah terbuka bersama seluruh wali murid.
Les tambahan ini bukan sekadar program pengayaan pelajaran biasa, melainkan sebuah upaya terstruktur yang bertujuan memperkuat kesiapan akademik siswa tanpa menambah beban ekonomi keluarga. Dengan diadakannya kegiatan bimbingan ini langsung di lingkungan sekolah, siswa tidak lagi perlu mengakses bimbingan belajar di luar yang umumnya berbiaya mahal dan sulit dijangkau sebagian keluarga.
Program ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak. Ketua Komite Sekolah, Rijal, menyebut inisiatif ini lahir dari aspirasi banyak orang tua yang berharap anak-anak mereka mendapat dukungan lebih dalam belajar, tanpa harus ketergantungan pada les privat atau lembaga bimbingan yang memungut biaya tinggi.
“Kita ingin menghadirkan pemerataan akses belajar tambahan. Ini tentang keadilan, tentang anak-anak kita yang punya semangat belajar tinggi tapi terbentur biaya. Melalui kebersamaan, kita wujudkan solusi ini di sekolah sendiri,” ujar Rijal.
Tak hanya soal akses, program ini juga mencerminkan model tata kelola partisipatif yang jarang ditemukan. Keputusan untuk menyelenggarakan les tambahan tidak diambil sepihak oleh pihak sekolah, tetapi melalui forum musyawarah wali murid yang difasilitasi oleh komite. Dalam pertemuan tersebut, orang tua didorong untuk menyampaikan pandangan, dukungan, maupun kekhawatiran, yang kemudian ditampung secara terbuka sebelum keputusan final diambil.
Para wali murid pun menyatakan apresiasi terhadap model kolaborasi ini. Bagi mereka, dilibatkan dalam pembuatan keputusan strategis terkait pendidikan anak adalah bentuk penghargaan yang selama ini dirindukan. Salah satu wali murid mengungkapkan bahwa adanya program yang dirancang berdasarkan kesepakatan bersama membangun rasa memiliki dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap proses pendidikan.
Program les tambahan difokuskan pada materi-materi yang termasuk dalam Tes Kemampuan Akademik (TKA), sebuah asesmen penting yang tidak hanya menjadi penentu kelulusan, tetapi juga digunakan dalam seleksi masuk sekolah jenjang berikutnya. Dengan fokus yang jelas dan pendekatan yang sistematis, pelaksanaan les dinilai mampu memberikan dampak langsung terhadap persiapan kognitif siswa di kelas akhir.
Pihak sekolah juga menyatakan komitmennya untuk terus mengevaluasi kualitas pelaksanaan program. Karena ini merupakan keputusan bersama, maka tanggung jawab terhadap kualitas pengajaran dan akuntabilitas penggunaan sumber daya juga menjadi tanggung jawab kolektif.
“Tidak ada yang berjalan sendiri. Guru mendukung dari sisi teknis, komite mendampingi pengawasan pelaksanaan, dan wali murid ikut berkontribusi dari sisi ide maupun solusi. Ini kolaborasi yang saling melengkapi,” ujar salah seorang guru yang terlibat langsung dalam pelaksanaan bimbingan tersebut.
Langkah progresif ini menghadirkan harapan baru akan masa depan pendidikan yang lebih memberdayakan. Bukan hanya dari sisi output akademik, tetapi dari bagaimana prosesnya dibangun secara inklusif dan demokratis. Di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, terutama dalam hal pemerataan akses dan kualitas, model di SMP 1 Kutacane ini menjadi contoh bahwa kolaborasi antarpemangku kepentingan dapat melahirkan solusi kongkret.
Program les tambahan di SMP Negeri 1 Kutacane telah membuktikan bahwa dengan niat baik, transparansi, dan kepemimpinan yang melibatkan masyarakat, banyak tantangan pendidikan yang bisa diatasi secara mandiri. Di sini, masa depan akademik bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga komitmen bersama dari seluruh ekosistem pendidikan.













































