Banda Aceh, 22 November 2025 — Kanwil Bea Cukai Aceh turut menghadiri Seminar Nasional Ekspor Impor Berbasis Komoditi Lokal yang digelar oleh Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Aceh di Gedung Balai Meuseuraya Aceh (GBMA). Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai sektor yang memiliki peran strategis dalam pengembangan ekonomi Aceh, termasuk Zulkifli dari Dinas Koperasi dan UMKM Aceh, Mansur Usman selaku Saudagar Aceh di Malaysia, Juliana Wahid Sekjen ISMI, Marco Tieman pakar Halal Supply Chain, Zulfikar dari Disperindag Aceh, serta Muparrih dari Kanwil Bea Cukai Aceh.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil Bea Cukai Aceh, Muparrih, memperkenalkan inovasi terbaru yaitu One Stop Information (OSI) UMKM. Portal ini dikembangkan sebagai pusat informasi terpadu yang ditujukan untuk mendukung pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Aceh. Melalui OSI UMKM, pelaku usaha dapat mengakses beragam informasi penting mulai dari fasilitas pembiayaan, regulasi perdagangan, prosedur ekspor-impor, hingga tips peningkatan daya saing. Portal tersebut dapat diakses melalui laman kanwilaceh.beacukai.go.id/highlight/osi-umkm.
Muparrih menjelaskan bahwa Bea Cukai memiliki komitmen kuat dalam mendorong UMKM Aceh agar mampu menembus pasar global. Ia memaparkan peran Bea Cukai dalam proses ekspor, khususnya terkait pengawasan lalu lintas barang yang keluar dan masuk daerah pabean. Selain itu, Bea Cukai juga berperan dalam pemberdayaan UMKM melalui fungsi trade facilitator dan industrial assistance untuk memperlancar arus perdagangan dan mendorong pertumbuhan industri lokal.
Sementara itu, Sekjen ISMI Juliana Wahid menekankan pentingnya hilirisasi produk Aceh. Ia menyebut bahwa produk yang dikeluarkan dari Aceh idealnya telah melalui proses pengolahan agar memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Hal ini penting guna meningkatkan daya saing komoditi Aceh di pasar nasional maupun internasional.
Dari sisi supply chain halal, Marco Tieman mengungkapkan bahwa produk Aceh memiliki potensi besar di pasar Eropa, khususnya Belanda. Ia mencontohkan komoditas seperti CPO dan kopi Gayo yang dikenal sebagai produk premium. Marco juga menambahkan bahwa produk Aceh tidak hanya harus memenuhi standar halal, tetapi juga memenuhi prinsip toyyib agar dapat bersaing secara global.
Zulfikar dari Disperindag Aceh turut memberikan pemaparan mengenai komoditi ekspor unggulan Aceh serta prosedur penerbitan surat keterangan asal bagi produk yang berasal dari Aceh. Ia menegaskan bahwa pemahaman prosedur ini penting agar pelaku usaha dapat menjalankan ekspor secara tertib dan sesuai ketentuan.
Seminar ini diharapkan mampu membuka wawasan para pelaku UMKM Aceh mengenai peluang ekspor berbasis komoditi lokal serta memperkuat kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas saudagar Aceh di dalam maupun luar negeri.













































