Jakarta – Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat kerja sama internasional di bidang kekayaan intelektual (KI). Dalam forum internasional 17th Heads of BRICS Intellectual Property Offices Meeting yang digelar di Brasil, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas hadir langsung mewakili Indonesia dan menyampaikan inisiatif penting: Protokol Jakarta.
Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/9/2025), Supratman mengatakan Protokol Jakarta adalah kerangka kerja kolaboratif yang digagas Indonesia untuk menjawab tantangan kolektif di era kekayaan intelektual digital. Fokusnya adalah memperkuat perlindungan dan pemanfaatan karya di bidang musik, audiovisual, hingga jurnalistik dalam ekosistem platform digital yang terus berkembang.
“Salah satu langkah penting adalah memperkenalkan Protokol Jakarta. Inisiatif multi-sektor ini bertujuan menjawab tantangan pelindungan karya digital yang selama ini kurang mendapatkan keadilan, khususnya dari negara-negara berkembang,” kata Supratman.
Ia menilai, ketimpangan dalam distribusi royalti masih menjadi masalah besar. Para pencipta dari negara berkembang kerap kali tidak memperoleh pembagian hasil yang adil dari pemanfaatan karya mereka di ranah digital internasional. Lewat Protokol Jakarta, Indonesia ingin mendorong terciptanya ekosistem yang lebih transparan, inklusif, dan berkeadilan, sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo melalui Asta Cita menuju 2045.
“Ini kontribusi nyata Indonesia memastikan KI menjadi katalis pembangunan ekonomi global yang lebih adil, transparan, inklusif, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa Indonesia saat ini tengah melakukan modernisasi regulasi KI. Di antaranya melalui revisi Undang-Undang Paten, serta pembahasan UU Hak Cipta dan Desain Industri agar lebih sinkron dengan perkembangan teknologi dan standar global.
Tak hanya itu, Supratman juga menyebut bahwa pemanfaatan sertifikat KI sebagai jaminan pinjaman oleh UMKM kini terus didorong, bersamaan dengan transformasi digital besar-besaran di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Transformasi ini ditujukan agar layanan semakin cepat, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat maupun pelaku usaha.
DJKI sendiri, menurut Dirjen KI Razilu, tengah membuka ruang dialog untuk menyusun revisi UU Hak Cipta yang lebih adaptif terhadap ekosistem digital. Salah satu yang disoroti adalah kewajiban platform digital untuk aktif mencegah penyebaran konten ilegal serta menyerahkan metadata karya dengan transparan, guna memastikan hak pencipta tetap terlindungi.
“Kami menekankan bahwa platform digital wajib bertanggung jawab penuh untuk mencegah peredaran konten ilegal. Mereka juga harus menyerahkan metadata agar akuntabilitas bisa dijaga,” kata Razilu.
Indonesia berharap, lewat forum BRICS dan penguatan kerja sama global, ekosistem kekayaan intelektual internasional bisa berubah menjadi lebih adil dan menguntungkan semua pihak — bukan hanya pemain besar dan negara maju, tapi juga para pencipta dan pelaku kreatif dari negara berkembang.












































